JAKARTA, KOMPAS.com - Menjamurnya media sosial tak hanya berpengaruh pada gaya hidup masyarakat, tetapi juga pada kerja jurnalistik mulai dari pengumpulan hingga penyebaran berita. Tak jarang, media sosial pun dijadikan sumber berita oleh media massa.
Lantas, bagaimana dengan akurasinya?
Pegiat media sosial Wisnu Nugroho menuturkan, aliran informasi dari sosial media dapat dimanfaatkan untuk situasi-situasi tertentu. Dengan insting jurnalistik para jurnalis, lanjutnya, informasi tersebut dapat dijadkkan bahan berita.
Ia mencontohkan, peristiwa aksi demonstrasi ribuan sopir taksi konvensional pada Selasa (22/3/2016) kemarin yang viral tersebar di media sosial. Tak jarang, wartawan di lapangan justru mendapatkan informasi melalui media sosial terlebih dahulu.
"Contoh sederhana manfaat sosial media itu, saya kerap dapat info yang tidak mungkin saya dapatkan kalau tidak baca sosial media," ujar Wisnu di Kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2016).
(Baca: Apakah Internet Membunuh Jurnalisme?)
Wisnu yang juga merupakan Pemimpin Redaksi Kompas.com menuturkan, di medianya tak ada larangan bagi para jurnalis untuk memiliki media sosial. Sosial media, baginya, tak harus dimusuhi.
Namun, sikap dasar sebagai jurnalis dalam menghadapi sosial media tetaplah harus skeptis. Sehingga informasi di sosial media hanya menjadi bahan yang kemudian tetap dibutuhkan verifikasi ulang kepada pihak terkait.
"Informasi di era media sosial membanjir. Kalau kita tahu banjir paling banyak isinya apa? Sampah. Sikap skeptis itu jadi saringan awal," ujar Wisnu.