Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jutaan Informasi Tersebar di Media Sosial, Bagaimana Media Massa Menjaga Akurasi?

Kompas.com - 23/03/2016, 21:28 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjamurnya media sosial tak hanya berpengaruh pada gaya hidup masyarakat, tetapi juga pada kerja jurnalistik mulai dari pengumpulan hingga penyebaran berita. Tak jarang, media sosial pun dijadikan sumber berita oleh media massa.

Lantas, bagaimana dengan akurasinya?

Pegiat media sosial Wisnu Nugroho menuturkan, aliran informasi dari sosial media dapat dimanfaatkan untuk situasi-situasi tertentu. Dengan insting jurnalistik para jurnalis, lanjutnya, informasi tersebut dapat dijadkkan bahan berita.

Ia mencontohkan, peristiwa aksi demonstrasi ribuan sopir taksi konvensional pada Selasa (22/3/2016) kemarin yang viral tersebar di media sosial. Tak jarang, wartawan di lapangan justru mendapatkan informasi melalui media sosial terlebih dahulu.

"Contoh sederhana manfaat sosial media itu, saya kerap dapat info yang tidak mungkin saya dapatkan kalau tidak baca sosial media," ujar Wisnu di Kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (23/3/2016).

(Baca: Apakah Internet Membunuh Jurnalisme?)

Wisnu yang juga merupakan Pemimpin Redaksi Kompas.com menuturkan, di medianya tak ada larangan bagi para jurnalis untuk memiliki media sosial. Sosial media, baginya, tak harus dimusuhi.

Namun, sikap dasar sebagai jurnalis dalam menghadapi sosial media tetaplah harus skeptis. Sehingga informasi di sosial media hanya menjadi bahan yang kemudian tetap dibutuhkan verifikasi ulang kepada pihak terkait.

"Informasi di era media sosial membanjir. Kalau kita tahu banjir paling banyak isinya apa? Sampah. Sikap skeptis itu jadi saringan awal," ujar Wisnu.

Bertanggung jawab atas informasi yang disebar

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Development Manager Open Hivos, Shita Laksmi menyebutkan bahwa pertanggungjawaban penting dilakukan bagi setiap orang, tak hanya bagi jurnalis.

Setiap orang harus bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya di dunia maya.

Shita juga menyinggung sebuah akun Path seorang blogger dengan nama Ndorokakung yang akhir-akhir ini sempat ramai dibincangkan. Akun tersebut mengutip perkataan Xanana Gusmao dalam acara pemberian penghargaan itu. 

(Baca: Jurnalisme Ponsel, Kreativitas Melawan Media Arus Utama)

Ndorokakung mengatakan, Wiji Thukul adalah orang Indonesia pemasok dan perakit bom yang dipakai oleh tentara Timor-Leste untuk melawan ABRI. Dia juga bilang bahwa Wiji Thukul datang membantu merakit bom ketika tentara Xanana kehabisan amunisi. 

Terlepas dari siapapun orang di balik akun itu, kata Shita, ia harus bertanggungjawab atas berita yang dikatakannya.

"Harus diakui bahwa standar yang diberlakukan offline sama seperti online. Jangan lah lakukan apa yang di offline tidak boleh, lalu dilakukan di online," kata Shita.

Tak hanya terhadap informasi yang bertebaran di media sosial, ia juga mengaku skeptis dengan berita di media online saat ini.

"Saya termasuk skeptis dengan media online. Saya tidak akan percaya sampai lima media online menulis hal yang sama," imbuh Shita.

Media massa perlu skeptis

Anggota Dewan Pers Nezar Patria menyebutkan, pihaknya banyak menerima laporan berkaitan dengan ketidakakuratan media massa dalam mengutip pernyataan di media sosial.

Misalnya, kasus musisi Ahmad Dhani yang sempat disebut akan memotong kemaluannya jika Joko Widodo memenangi pemilu presiden.

Pernyataan tersebut diungkapkannya melalui cuitan di Twitter. Isu tersebut semakin ramai ketika Jokowi akhirnya terpilih menjadi presiden. Saat ditelusuri, ternyata tweet tersebut palsu.

(Baca: Infografik, Jurnalisme, dan "Indonesia dalam Infografik")

Namun, enam belas media sudah terlanjur ramai memberitakan cuitan tersebut tanpa melakukan verifikasi. Akhirnya, perwakilan seluruh media itu dipanggil Dewan Pers.

Delapan media mengakui kesalahannya, sedangkan delapan media lainnya tak memenuhi panggilan. Nezar menambahkan, seorang jurnalis harus memperlakukan sosial media sebagai info awal dan juga bersikap skeptis.

"Jangan kan sosmed. Berita yang dimuat media lain pun kita harus skeptis karena belum tentu benar," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com