Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE Diusulkan Dihapus

Kompas.com - 18/02/2016, 21:10 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa organisasi masyarakat sipil dan pengamat hukum meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera melakukan revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Mereka menilai, beberapa pasal yang tercantum dalam UU ITE tumpang tindih dengan peraturan undang-undangan lain. Sehingga UU ITE tidak mampu untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.

Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Asep Komarudin, mengatakan, tindak pidana yang diatur dalam pasal 27, 28 dan 29 UU ITE sebenarnya sudah diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Tidak hanya tumpang tindih tapi juga duplikasi. Tidak pidananya sudah diatur KUHP namun diatur ulang di dalam UU ITE, karena dianggap ada medium baru (internet)," kata Asep ketika ditemui dalam sebuah diskusi mengenai revisi UU ITE, di Jakarta, Kamis (18/2/2016).

(Baca: 138 Orang Kena Jerat, UU ITE Dianggap Ancaman Kebebasan Berekspresi)

Ia menuturkan, LBH Pers pernah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait beberapa pasal dalam UU ITE yang bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Meski ditolak, namun MK mensyaratkan penerapan pasal 27 ayat 3 UU ITE harus merujuk pada KUHP. Artinya, definisi penghinaan, fitnah, dan pencemaran nama baik harus merujuk pada pasal KUHP.

Dengan demikian, Asep memnilai UU ITE sudah harus direvisi untuk menghapuskan pasal soal pencemaran nama baik karean sudah diatur dalam KUHP.

"Kami melihat hal itu membuktikan UU ITE sudah tidak perlu lagi mencantumkan pasal pencemaran nama baik," ujarnya.

(Baca: Pemalsu Akun Facebook Gubernur NTB Terancam Penjara 12 Tahun )

Persoalan lain yang harus dicermati terkait ancaman pidana yang diatur dalam UU ITE.

Ancaman pidana penjara atas pencemaran nama baik di UU ITE lebih tinggi daripada ancaman pidana dalam KUHP Pasal 310 dan 311 KUHP mengatur ancaman pidana paling lama 1,5 tahun.

Sedangkan dalam UU ITE ancaman pidananya bisa mencapai 6 tahun.

"Ini kan aneh sekali. Menurut saya pencemaran nama baik ini kan tidak tergolong ke dalam tindak pidana berat, kenapa harus dipenjara selama 6 tahun," ungkap Asep.

Lebih lanjut, Asep mengusulkan sebaiknya DPR memasukkan pasal pencemaran nama baik yang menggunakan medium internet ke dalam KUHP agar tidak terjadi tumpang tindih dan duplikasi.

(Baca: Pasal Karet UU ITE Dimanfaatkan untuk Balas Dendam Hingga "Shock Therapy")

Sanksinya pun perlu diubah menjadi kerja sosial, bukan dengan pidana penjara. Sejauh pengamatannya, ancaman penjara pun tidak berhasil mengembalikan nama baik seseorang yang sudah dicemarkan.

"Saat ini pemerintah juga sedang melakukan proses amandemen KUHP di Komisi III, alangkah lebih baik pencemaran nama baik melalui medium internet diatur dalam KUHP," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com