Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PKB Tersinggung dengan Penilaian Politisi PAN soal Menteri PKB

Kompas.com - 13/01/2016, 19:17 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Cucun Ahmad Syamsurizal mengaku gerah dengan manufer politik yang dilakukan Partai Amanat Nasional.

Menurut dia, jika PAN ingin bergabung ke dalam koalisi, sebaiknya dimulai dengan mendukung program kerja pemerintah.

Anggota Komisi IV DPR itu menilai, manufer PAN dengan menyebut sejumlah menteri dari partai tertentu layak untuk dirotasi hanya akan menimbulkan kegaduhan politik baru.

Ia mengatakan, jika PAN memang menginginkan kursi tertentu di Kabinet Kerja, sebaiknya melakukan pendekatan yang lebih halus dan tidak mengganggu kinerja pemerintahan.

"Kami tidak rela ada kader atau tokoh partai lain yang menyerang kami. PAN ini terkesan ambisius sekali dengan menyebut menteri-menteri tertentu layak untuk di-reshuffle," kata Cucun di Kompleks Parlemen, Rabu (13/1/2016).

Lebih jauh, Cucun pun mengapresiasi ketegasan sikap Presiden Joko Widodo. Beberapa waktu lalu, Jokowi menegaskan pemerintah tak ingin diintervensi dalam pelaksanaan reshuffle kabinet.

Ia menambahkan, PAN yang baru bergabung ke dalam Koalisi Partai Pendukung Pemerintah sebaiknya mulai membuktikan ucapannya dengan mendorong percepatan pembahasan program kerja pemerintah di DPR.

"Buktikan dulu lah di DPR. Mulai dari sisi pembahasan anggaran, percepatan program. Kita dorong pemerintah, kita dukung pemerintah menjadi sebuah kesatuan yang solid,” ujarnya.

Seperti diberitakan Tribunnews.com, politisi PAN Djoko Susilo memprediksi jatah menteri PKB di kabinet akan berkurang.

"Alasan utamanya kalau menteri itu di-reshufle kemungkinan besar dari partai itu kurang menunjukkan kinerja yang optimal," kata Djoko saat menghadiri seminar bersama Pimpinan Daerah Muhammadiyah, di Surabaya, Sabtu (9/1/2016).

Mantan Duta Besar Indonesia di Swiss ini mengatakan, kemungkinan besar menteri dari PKB yang akan dievaluasi oleh Presiden Jokowi. 

Menteri itu antara lain, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.

"Yang mendapatkan evaluasi, kemungkinan jatahnya akan berkurang," katanya.

Selain menteri dari PKB, kata mantan anggota Komisi I DPR itu, ada nama menteri lainnya yang harus dievaluasi dari kabinet kerja sebelumnya karena di ketahui lamban dalam menghadapi setiap permasalahan yang akan terjadi.

"Di antaranya Menteri BUMN, Rini Soemarno, Menteri Agraria, Ferry Mursyidan Baldan. Keduanya sangat lamban. Pendapat saya bahwa mereka layak diganti agar kinerja mereka tidak mengganggu program pemerintah atau kabinet lainnya," kata Djoko.

Namun Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan menegaskan pihaknya tidak ikut campur dalam reshuffle tersebut.

(Baca: Zulkifli Hasan: Reshuffle Hak Presiden, PAN Enggak Ada Urusan)

"Minta-minta jatah menteri itu tidak pantas, dan reshuffle hak prerogatif presiden," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com