Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indriyanto: Pihak yang Ingin Revisi UU KPK Mungkin Takut Kena OTT

Kompas.com - 26/06/2015, 08:13 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, Indriyanto Seno Adji, mempertanyakan alasan sejumlah pihak yang ngotot merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, terutama pada poin kewenangan penyadapan. Indriyanto menduga, pihak tersebut takut disadap KPK dan menjadi korban operasi tangkap tangan (OTT). (Baca: Budi Waseso: Polri Tidak Boleh Iri kepada KPK)

"Saya kurang paham pihak-pihak yang bersemangat untuk revisi UU KPK, khususnya terkait marwah KPK berupa penyadapan. Kemungkinan ada rasa kekhawatiran akan jadi korban OTT," ujar Indriyanto melalui pesan singkat, Jumat (26/6/2015).

Salah satu peninjauan dalam revisi UU KPK ialah penyadapan hanya boleh dilakukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro-justitia. Artinya, itu hanya boleh dilakukan pada tingkat penyidikan. (Baca: Kalla Tak Setuju Polri Punya Kewenangan Penyadapan ala KPK, Ini Alasannya)

Indriyanto mengatakan, Pasal 26 UU Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, KPK diperkenankan melakukan penyadapan mulai dari tingkat penyelidikan hingga penuntutan. Menurut dia, penyadapan merupakan hak istimewa KPK sehingga kemungkinan ada pihak yang iri atas kewenangan tersebut. Namun, keistimewaan tersebut tidak lantas membuat KPK dapat menyadap sebebasnya tanpa batas.

Indriyanto menekankan, penyadapan oleh KPK selalu diawasi ketat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Kinerja monitoring penyadapan selalu mendapat evaluasi ketat teknis atau administratif dari Menkominfo, artinya selalu dilakukan dengan basis tight dan strict," kata dia.

Sebelum UU KPK direvisi, menurut Indriyanto, seharusnya dilakukan harmonisasi dengan KUHAP, KUHP, dan UU Tipikor. Jika tidak, kata dia, tatanan hukum di Indonesia akan saling tumpang tindih.

"Revisi tanpa adanya harmonisasi UU terkait justru menimbulkan overlapping akan menimbulkan disharmonisasi dan merusak tatanan unifikasi dan kodifikasi hukum pidana," ujar Indriyanto.

Rapat paripurna DPR telah memutuskan bahwa revisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2015. Meski demikian, Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah menyatakan bahwa pemerintah tidak ingin UU KPK direvisi. 

Setidaknya, ada lima peninjauan yang akan dilakukan dalam revisi UU KPK. Pertama, kewenangan penyadapan agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM, yaitu hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro-justitia. Kedua, peninjauan terkait kewenangan penuntutan yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung. Ketiga, dewan pengawas perlu dibentuk untuk mengawasi KPK dalam menjalankan tugasnya. Keempat, perlu ada pengaturan mengenai pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan. Kelima, mengenai penguatan terhadap pengaturan kolektif kolegial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com