Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bara Bisa Hanguskan Akar Beringin

Kompas.com - 02/02/2015, 10:15 WIB


KOMPAS.com - Langkah Ketua Harian Partai Golongan Karya kubu Musyawarah Nasional Bali MS Hidayat terlihat gontai saat Ketua Umum Aburizal Bakrie usai memberikan pengarahan bagi Dewan Pimpinan Daerah dan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Golkar. Persoalan kepemimpinan kembar masih menggelayuti pikirannya selaku juru runding.

”Islah rasanya sudah sulit. Jalan pengadilan ya kita tunggu saja,” begitu kata-kata singkat Hidayat yang kemudian memasuki mobilnya meninggalkan lokasi pertemuan di sebuah hotel berbintang di Jakarta, pekan lalu.

Bara api perlahan tapi pasti bakal terus merambat di akar ”pohon beringin”. Antara pemimpin baru hasil munas di pesisir Pantai Nusa Dua (Bali) dan di Pantai Ancol (Jakarta) sama-sama bersikeras membawa kasus sengketa kepemimpinan kembar ke pengadilan.

Padahal, kalau saja kedua pemimpin ini, tentu diiringi dengan kesepakatan pendukung loyalnya, menempuh jalan islah, Partai Golkar akan semakin diperhitungkan di kancah politik. Islah atau rekonsiliasi adalah cara murah. Konsekuensinya, kedua kepemimpinan ini haruslah rela digabung.

Namun, islah pun menyisakan persoalan berat. Sikap legawa sangat dibutuhkan. Sebab, siapa yang bersedia mengalah untuk menyerahkan posisi ketua umum itu? Belum lagi, posisi sekretaris jenderal, bendahara, bahkan ketua dewan pertimbangan yang hanya satu kursi.

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso dalam sebuah diskusi pun sempat tercenung. Tak habis pikir, betapa Partai Golkar sebagai salah satu partai legendaris, dan sekian lama berkuasa di era Orde Baru, harus menghadapi perebutan kursi kepemimpinan.

Pilihan ke pengadilan demi sebuah kepastian hukum justru membuat kegamangan makin berlarut-larut. Jalur pengadilan memang sah karena Undang-Undang Partai Politik memungkinkan hal itu dan Mahkamah Partai memang tidak bisa lagi menyelesaikan dualisme ini. Bisa jadi, terlalu berat beban Mahkamah Partai untuk menyelesaikan sengketa ini.

Dari sisi proses persidangan, Priyo menyatakan paling lama pengadilan negeri membutuhkan waktu 60 hari. Kemudian, ketidakpuasan salah satu pihak bisa membuat mereka mengajukan banding ke Mahkamah Agung. ”Yang jadi soal, kalau MA ternyata putusannya tidak memenangkan salah satu pihak. Atau, memenangkan keduanya dengan cara mengembalikan perkara ini ke Partai Golkar sendiri. Kalau hasil kedua yang terjadi, ya seperti petir di siang bolong,” kata Priyo.

Di ujung tanduk

Golkar pun semakin di ujung tanduk. Sulit merumuskan dari mana celah solusi. Padahal, menurut tahapan pilkada, idealnya akhir Februari ini sudah mulai proses pilkada serentak. Tentu, ini semakin menggelisahkan kader-kader Golkar di kabupaten dan kota se-Indonesia.

Sudah saatnya Golkar berkaca dari kasus dualisme yang pernah dialami Partai Kebangkitan Bangsa, antara kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (almarhum) dan Muhaimin Iskandar. Butuh waktu lebih dari dua tahun untuk penyelesaiannya. Kini, Partai Persatuan Pembangunan pun terbelit persoalan serupa.

Di hadapan kader-kader muda Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Amanat Nasional, Priyo sampai meminta arahan demi solusi Partai Golkar. ”Ini tidak mudah. Saya sendiri pusing meskipun harus terus tersenyum. Mudah-mudahan ada ikhtiar dan keajaiban bagi Golkar,” ujar Priyo.

Akhir cerita Partai Golkar tinggal menunggu waktu. Membiarkan akarnya terbakar bara api, atau sebaliknya, islah tercipta bersendikan kebesaran hati pemimpinnya? (Stefanus Osa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com