Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Anggap Gugatan Praperadilan Budi Gunawan ke PN Jaksel Salah Kaprah

Kompas.com - 21/01/2015, 17:45 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain menilai, Komisaris Jenderal Budi Gunawan salah memahami gugatan praperadilan yang diajukannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut dia, praperadilan dapat diajukan ke pengadilan negeri hanya untuk kasus salah tangkap tersangka.

"Praperadilan sesungguhnya sesuai hukum acara penetapan orang menjadi tersangka di penyidikan itu, bukan domain praperadilan. Praperadilan itu untuk salah tangkap atau salah tahan," ujar Zulkarnain saat dihubungi, Rabu (21/1/2015).

Zulkarnain mengatakan, jika dalam penyidikan ada kesalahan intansi hukum dalam menangkap orang, barulah orang tersebut dapat mengajukan praperadilan. Saat ini, KPK baru menetapkan Budi sebagai tersangka dan belum menahannya. Menurut dia, Budi Gunawan bukan korban salah tangkap sehingga tidak seharusnya mengajukan praperadilan.

"Kepada tersangka diberikan hak untuk didampingi penasihat hukum kalau misalnya di dalam penyidikan ada salah tangkap, salah tahan. Itulah praperadilan namanya," kata Zulkarnain.

Sebelumnya, Kepala Divisi Pembinaan dan Hukum (Kadiv Binkum) Polri Inspektur Jenderal (Pol) Moechgiarto menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke PN Jakarta Selatan. Ia mengatakan bahwa yang mengajukan gugatan tersebut bukan dirinya, melainkan pengacara Budi Gunawan.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal (Pol) Ronny F Sompie mengatakan, gugatan praperadilan tersebut sebagai sikap kritis Budi atas kasus yang menjeratnya. Gugatan itu diajukan setelah Budi melakukan diskusi dan meminta masukan kepada ahli-ahli hukum sebelum mengajukan gugatan praperadilan.

Rabu pagi, tim pengacara Budi Gunawan melaporkan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ke Kejagung. Salah satu pengacara Budi, Razman Arif Nasution, menganggap dua pimpinan KPK tersebut melakukan proses pembiaran kasus yang menjerat pejabat tinggi Polri itu. Menurut dia, KPK terlalu lama menetapkan Budi sebagai tersangka, padahal penyelidikan sudah dilakukan sejak 2014.

Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Eggi Sudjana, menyebut keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan tersangka Budi Gunawan sebagai keputusan yang cacat hukum. Menurut Eggi, keputusan yang dibacakan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto telah melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam undang-undang tersebut, pimpinan KPK berjumlah lima orang. (Baca: Eggi Sudjana: Keputusan KPK Terkait Budi Gunawan Cacat Hukum)

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.

Budi Gunawan sedianya akan dilantik menjadi kepala Polri pengganti Jenderal Pol Sutarman setelah mendapat persetujuan DPR. Namun, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pelantikan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com