Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Agraria, "Warisan" Pemerintahan SBY, dan Menanti Pilihan Jokowi...

Kompas.com - 24/12/2014, 09:14 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintahan Joko Widodo diminta untuk menuntaskan "utang" pemerintahan sebelumnya terkait penyelesaian konflik agraria. Jokowi juga diharapkan mengeluarkan kebijakan radikal untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) tahun 2014 menunjukkan, jumlah kasus konflik agraria tahun ini meningkat tajam jika dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian pula jumlah luasan dan korban yang berjatuhan menjadi wajah buruk pemerintahan masa lalu yang harus mendapatkan sentuhan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin menyebutkan, sepanjang 2014, KPA mencatat sedikitnya terjadi 472 konflik agraria dengan luas tanah sengketa mencapai 2.860.977,07 hektar dan melibatkan sebanyak 105.887 kepala keluarga di seluruh Indonesia. Jumlah kasus itu jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 369 kasus dan 198 kasus pada tahun 2012.

"Ironisnya, konflik agraria tertinggi tahun ini terjadi pada proyek infrastruktur. Sisanya konflik akibat perluasan areal perkebunan, kehutanan, pertanian, dan pertambangan," ujar Iwan, dalam jumpa pers, di Jakarta, Selasa (23/12/2014).

Menurut Iwan, meningkatnya kasus-kasus itu karena pemberlakuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta aturan turunannya. Hal itu, kata dia, mengakibatkan perampasan tanah rakyat atas alasan pembangunan.

Iwan mengungkapkan, meski data menunjukkan jumlah konflik agraria tertinggi ada di sektor infrastruktur yang merupakan proyek pemerintah, benturan yang terjadi di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Jumlah konflik antara warga versus perusahaan swasta paling banyak, kemudian disusul warga versus pemerintah serta warga versus perusahaan negara.

Proyek infrastruktur diketahui dikerjakan oleh swasta sebagai kontraktor. Pada posisi ini, menurut Iwan, pemerintah lepas tangan. Swasta dibiarkan "berperang" melawan warga.

Sementara itu, lanjut Iwan, jumlah korban konflik agraria sama ironisnya dengan jumlah kasusnya. Sepanjang 2014, korban tewas mencapai 19 orang, tertembak 17 orang, luka akibat dianiaya 110 orang dan petani serta aktivis yang dikriminalisasikan berjumlah 256 orang.

Petani dan aktivis yang dikriminalisasi rata-rata dikenakan Pasal 160 KUHP, 170 KUHP, 310 KUHP, dan 406 KUHP tentang penghasutan dan perusakan aset.

KPA juga menyoroti peran TNI dan Polri yang cenderung dijadikan tameng ketika berhadapan dengan warga. Aksi represif TNI dan Polri, menurut dia, kerap memperuncing konflik yang terjadi di lapangan. Bahkan, Iwan menilai, TNI dan Polri selalu memosisikan diri sebagai kepanjangan tangan dari elite pemerintahan atau perusahaan swasta.

"Maaf jika saya mengatakan bahwa mereka itu seperti aparat bayaran," ujar Iwan.

Jokowi harus radikal

Anggota DPR RI asal Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, menilai, Jokowi harus melakukan pembenahan sistem dalam penyelesaian konflik agraria di Indonesia.

"Kemarin, Presiden sudah memulai dengan memberikan grasi terhadap Eva Bande. Tapi, itu saja belum cukup. Presiden harus lebih radikal lagi soal penyelesaian konflik agraria," ujar dia, pada kesempatan yang sama.

Pertama, lanjut Masinton, Presiden harus membentuk lembaga ad hoc khusus untuk penyelesaian konflik agraria. Lembaga tersebut harus berada di bawah kendali Presiden langsung agar penyelesaiannya tidak berat ke pengusaha, tetapi juga kepada warga.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com