Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Calon Hakim Konstitusi yang Tak Sepakat MK Bisa Batalkan Undang-undang

Kompas.com - 22/12/2014, 16:02 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Calon hakim konstitusi, Hotman Sitorus, mengungkapkan ketidaksepakatannya atas sejumlah wewenang Mahkamah Konstitusi dalam tes wawancara dengan tim seleksi MK di kantor Kementerian Sekretaris Negara, Senin (22/12/2014). Salah satu yang disoroti Hotman adalah soal wewenang MK yang membatalkan undang-undang.

"Saya dissenting (berbeda) terhadap putusan majelis dalam hal wewenang membatalkan undang-undang," ujar Hotman.

Hotman yang merupakan pegawai negeri sipil eselon III Kementerian Hukum dan HAM itu menilai, MK seharusnya hanya bisa membatalkan pasal.

"Konstitusi menyatakan uji undang-undang atas Undang-Undang Dasar 1945. Logika saya, tidak mungkin uji ratusan pasal terhadap puluhan pasal," kata Hotman. Dia beranggapan bahwa MK seharusnya bukan masuk dalam urusan prosedural, melainkan dalam hal yang lebih substantif.

Hotman juga tak sepakat apabila MK menjadi legislator positif dengan mengubah undang-undang. Menurut dia, MK harus menjadi legislator pasif. Dengan kata lain, MK tidak boleh mengambil alih peran Dewan Perwakilan Rakyat yang memiliki tugas menyusun undang-undang.

Di samping itu, Hotman pun menilai, MK memiliki kewenangan untuk menguji produk hukum di bawah undang-undang, seperti peraturan pemerintah. Menurut dia, beberapa aturan di bawah undang-undang bisa memiliki unsur undang-undang sehingga bisa diuji oleh MK.

"Terkadang aturan di bawah UU itu isinya harusnya di undang-undang juga. Hanya, karena misalnya DPR tidak sempat, maka itu dibuat diatur lebih lanjut dalam PP," kata dia.

Pernyataan Hotman yang frontal ini pun mendapat pertanyaan dari anggota tim seleksi hakim MK, Maruarar Siahaan. Maruarar mempertanyakan keberanian Hotman untuk menentang sejumlah kewenangan MK.

Maruarar pun bertanya mengenai instrumen yang nantinya akan dipakai oleh MK dalam menjawab keinginan pemohon untuk mengubah undang-undang.

"Tata cara ambil keputusan yang dikatakan berkonstitusi, menurut Anda, tidak berwenang. Lalu, apa tidak ada instrumen untuk orang melakukan perbaikan?" tanya Maruarar.

"Yang saya pahami, yang diuji adalah hak-hak masyarakat yang terlanggar, Pasal 26 UUD 1945," jawab Hotman.

Namun, jawaban Hotman ini membuat sejumlah anggota tim seleksi mengernyitkan dahi. Mereka pun membuka lagi UUD 1945.

"Ini serius Anda bawa pasal-pasal, dan pasal yang Anda sebut kutip Pasal 26, nggak ada di situ. Nggak tahu kalau you punya UUD beda dengan kita," ujar Maruarar yang menemukan bahwa Hotman ternyata salah menyebutkan pasal itu.

Hotman pun terdiam. Sesi wawancara terhadap Hotman pun berakhir setelah pria itu mendapat pertanyaan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk selamatkan MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com