Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Sarankan Rekonstruksi Aturan Sengketa Pilkada

Kompas.com - 18/12/2014, 18:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Ida Budhiati menilai, perlu rekonstruksi pengaturan penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah yang selama ini memakan waktu lama. Menurut dia, rekonstruksi perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kewenangan pengadilan tinggi sebagai proses peradilan tingkat akhir.

"Penyelesaian sengketa tata usaha negara dan perselisihan hasil pilkada itu sebetulnya bisa direkonstruksi atau ditata ulang dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan pemilu," kata Ida, seusai seminar "Outlook 2015 Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu" di Gedung STIA Lembaga Administrasi Negara di Jakarta, Kamis (18/12/2014).

Prinsip keadilan pemilu, lanjut Ida, antara lain harus mempertimbangkan kepastian prosedur, efektivitas waktu penyelesaian sengketa serta efisiensi biaya peradilan.

Prosedur penyelesaian sengketa berbelit-belit

Dari segi prosedur penyelesaian sengketa, khususnya sengketa tata usaha negara (TUN), ada sejumlah lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa, yakni mulai dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tinggi TUN, dan terakhir Mahkamah Agung.

Akan tetapi, prosedur penyelesaian sengketa tersebut dinilai terlalu berbelit-belit sehingga memerlukan waktu yang tidak sedikit dalam prosesnya. Apalagi, dengan wacana pilkada serentak, karakteristik sengketa dari masing-masing daerah akan beragam.

"Prosedur (penyelesaian sengketa) memang sudah jelas, namun waktunya itu yang berbelit-belit. Sehingga KPU menginginkan apakah bisa misalnya itu dirancang ulang dengan ketentuan pengadilan tinggi itu menjadi lembaga peradilan terakhir setelah seluruh proses administrasi sengketa ditempuh," papar Ida.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, proses penyelesaian sengketa bisa memakan waktu hingga tiga bulan sejak pendaftaran pengaduan atau gugatan ke Bawaslu hingga banding ke MA.

"Sengketa TUN itu memerlukan waktu 64 hari, dan itu hari kerja, yang disengketakan terkait TUN itu adalah semua hasil keputusan yang dikeluarkan KPU. Maka KPU harus menunggu sampai dengan berakhirnya sengketa TUN tersebut, baru kemudian dilakukan tahapan selanjutnya," katanya.

Selain sengketa TUN, terdapat pula sengketa hasil pilkada yang memakan waktu 41 hari kerja. Dengan demikian, jika pemungutan suara pilkada serentak digelar 16 November 2015, maka daerah yang memiliki sengketa hasil pilkada akan memiliki kepala daerah terpilih pada 2016.

"KPU bisa menemukan tanggal pemungutan suara serentak itu di 16 Desember 2015, kemudian rekapitulasi pilkadanya itu di akhir Desember 2015 kalau tanpa sengketa hasil. Kalau ada daerah yang bersengketa hasil pilkadanya, itu pasti akan melampaui 2015," ujar Ida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Gugat ke MK, Dua Mahasiswa Minta Syarat Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Penetapan

Gugat ke MK, Dua Mahasiswa Minta Syarat Usia Calon Kepala Daerah Dihitung saat Penetapan

Nasional
Satgas Judi 'Online' Dibentuk, Kompolnas Minta Polri Perkuat Pengawasan Melekat

Satgas Judi "Online" Dibentuk, Kompolnas Minta Polri Perkuat Pengawasan Melekat

Nasional
Pemerintah Diminta Fokuskan Bansos Buat Rakyat Miskin, Bukan Penjudi 'Online'

Pemerintah Diminta Fokuskan Bansos Buat Rakyat Miskin, Bukan Penjudi "Online"

Nasional
Pemerintah Diminta Solid dan Fokus Berantas Judi 'Online'

Pemerintah Diminta Solid dan Fokus Berantas Judi "Online"

Nasional
Ada Anggota DPR Main Judi Online, Pengamat: Bagaimana Mau Mikir Nasib Rakyat?

Ada Anggota DPR Main Judi Online, Pengamat: Bagaimana Mau Mikir Nasib Rakyat?

Nasional
Muhadjir Usul Sanksi Pelaku Judi 'Online' Sebaiknya Diperberat

Muhadjir Usul Sanksi Pelaku Judi "Online" Sebaiknya Diperberat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com