JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI periode 2004-2009 Jusuf Kalla bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi penyelenggaraan 12 pertemuan dan sidang internasional di Kementerian Luar Negeri tahun 2004-2005 yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (4/6/2014). Kalla sempat dicecar hakim anggota Made Hendra terkait penyelenggaraan konferensi tersebut. Made Hendra mempertanyakan adanya konferensi di Bali setelah keadaan pulau dewata itu dianggap normal pasca tragedi bom Bali.
"Apakah setelah 6 bulan itu masih ada perintah darurat untuk penyelenggaraan konferensi?" tanya Made Hendra.
"Image keamanan harus dibina terus menerus bahwa Bali aman, Bali aman. Tidak langsung berhenti, karena jangka panjang," jawab Kalla yang menjadi saksi meringankan untuk terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Kemenlu, Sudjadnan Parnohadiningrat.
Mulanya, Kalla menjelaskan bahwa saat itu Indonesia dalam keadaan darurat pasca-ledakan bom Bali I dan bom Bali II. Adanya konferensi internasional, kata Kalla, terbukti mampu membuat kondisi Bali kembali normal dalam waktu 6 bulan. Kalla yang kini mencalonkan diri sebagai wakil presiden itu mengatakan, dalam keadaan darurat, penyelenggaraan konferensi di Bali dilakukan tanpa proses lelang. Dalam keadaan darurat suatu negara, pelaksanaan konferensi diperbolehkan dengan penunjukan langsung. Hal itu diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Namun, hakim Made Hendra tidak puas dengan jawaban Kalla. Hakim mempertanyakan, apakah setelah dinyatakan kondisi normal kembali, penyelenggaraan konferensi tetap dilakukan dengan penunjukkan langsung. "Justru seterusnya (konferensi) untuk memperbaiki image," jawab Kalla.
Made Hendra merasa tidak mendapat jawaban yang sesuai dengan pertanyaannya sehingga kembali menanyakan hal yang sama pada Kalla. "Memang konferensi terus berlangsung. Pelaksanaannya apa darurat terus? Karena ekonomi pulih, apakah tetap mengacu ketentuan darurat?" tanya Made Hendra.
"Perppu-nya enggak dicabut soal bom Bali sampai dengan bom Bali kedua," jawab Kalla.
Made Hendra terus mencecar Kalla, tetapi Kalla mengulangi dengan jawaban yang sama. Ia menjelaskan, saat itu citra Bali harus tetap stabil. Selain itu, kata Kalla, pelaksanaan konferensi justru menambah pemasukan negara.
"Saya tidak mempermasalahkan konferensi karena itu sesuatu yang bagus. Konferensi diperbanyak supaya ekonomi bergerak. Tapi teknis pelaksanaan itu darurat, apa setelah 6 bulan masih sifat ketentuan darurat?" tanya Made Hendra untuk kesekian kalinya. Kalla pun akhirnya menjawab, "Saya tidak lagi mengikuti teknis."
Sebelumnya, Kalla menjelaskan bahwa penyelenggaraan konferensi internasional merupakan perintah Presiden Megawati Soekarnoputri saat itu. Pada era kepemimpinan Megawati, Kalla menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Penyelenggaraan konferensi dilanjutkan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kalla sebagai Wakil Presiden.
Kalla mengaku tidak tahu mengenai adanya penyimpangan dalam penyelenggaraan konferensi tersebut. Dalam surat dakwaan jaksa KPK, terdapat selisih sekitar Rp 12,7 miliar antara biaya penyelenggaraan 12 kegiatan yang disampaikan dalam laporan pertanggungjawaban dan biaya riil yang dikeluarkan Kemenlu untuk melaksanakan 12 kegiatan internasional tersebut. Sebagian dari selisih anggaran itu dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak atas perintah Sudjadnan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.