"Jangan sampai kebencian terhadap suatu hal menghilangkan obyektivitas kita. Marah ke MK jangan preteli MK," ujar Refly di Jakarta, Minggu (13/10/2013).
Ia menentang wacana pengembalian kewenangan penyelesaian sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) ke Mahkamah Agung (MA) dan pengadilan tinggi.
"Saya tidak setuju kalau sengketa dikembalikan ke MA apalagi pengadilan tinggi," lanjut Refly.
Menurutnya, penyelesaian perselisihan hasil pilkada harus tetap dilakukan di MK. Hanya, kata dia, mekanismenya harus diperbaiki. Dia mengatakan, MK harus menjadi tempat peraduan terakhir penyelesaian sengketa pilkada.
"Tapi ada kekeliruan penyelesaian kasus pilkada selama ini. MK tidak dijadikan harapan terakhir. Sering kali penyelesaian sengketa itu MK itu jumping up, tanpa lebih dulu ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dan DKPP (dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu)," katanya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan perkara sengketa pilkada sebaiknya ditangani Mahkamah Agung saja. "Kami usulkan agar ada perbaikan konsep Pilkada, di mana penyelesaian sengketa pakai pengadilan umum saja, lalu ke Mahkamah Agung," kata Mendagri Gamawan Fauzi, Selasa (8/10/2013).
Sebenarnya, wacana tersebut telah mengemuka lama sejak rancangan undang-undang tentang pilkada pertama kali dibahas pemerintah dan Komisi II DPR. Namun, wacana tersebut terus menuai penolakan. Pascapenetapan Akil sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penyelesaian sengketa pilkada Lebak dan Gunung Mas, Kemendagri terus mengembuskan wacana itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.