Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Faktor Perusak Mahkamah Konstitusi

Kompas.com - 13/10/2013, 15:26 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Praktik suap Mahkamah Konstitusi diyakini sudah lama terjadi. Namun, kasus yang menimpa Ketua MK nonaktif Akil Mochtar merupakan pukulan telak bagi institusi itu. Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengungkapkan setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan MK rentan disusupi praktik suap.

Faktor pertama adalah hadirnya sistem proporsional suara terbanyak. "Kedua, masuknya sengketa Pilkada ke MK sejak 2008 yang booming di 2010. Untuk pilkada ini, sebenarnya MK yang mengundang lewat iklan," ujar Refly dalam diskusi di Jakarta, Minggu (13/10/2013).

Faktor ketiga, lanjut Refly, adalah masuknya orang-orang partai menjadi hakim konstitusi. Di dalam kasus suap yang menimpa Akil, kata Refly, terlihat jelas peranan politisi Partai Golkar Chairun Nisa sebagai seorang broker.

Menurut Refly, semua tokoh politik pasti sudah pernah berhubungan dengan hakim konstitusi. Hubungan itu dinilai sebagai investasi ke depan. Proses seleksi di DPR pun, sebut Refly, sudah didesain untuk mengegolkan seseorang yang memiliki kedekatan dengan partai tertentu.

"Makanya, untuk kemudian hari, hakim MK jangan lagi dari partai politik," ujar Refly.

Terkait dengan modus yang dipakai hakim konstitusi untuk menerima suap, Refly mengungkapkan sejak awal sebenarnya sudah diketahui para pihak yang bersengketa di MK. Hakim itu, lanjutnya, mendekati pihak yang menang dan meminta imbalan tertentu. Padahal, tanpa ada imbalan, pihak yang dimintai uang itu sebenarnya sudah menang.

"Tapi karena paranoid, akhirnya dia mau memberikan uang," ucap Refly.

Lebih lanjut, Refly mendukung langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Namun, Refly berharap perppu itu tidak mengembalikan kewenangan Komisi Yudisial mengawasi hakim MK. Ia mengatakan, MK dapat diawasi oleh Majelis Kehormatan Hakim permanen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com