Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Dirut PT Netway Dituntut 10 Tahun Penjara

Kompas.com - 30/09/2013, 22:37 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Netway Utama, Gani Abdul Gani dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Gani dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan proyek outsourcing roll out customer information system-rencana induk sistem informasi (CIS-RISI) di PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang 2004-2006. Selain itu, proyek lainnya adalah terkait outsourcing pengelolaan sistem manajemen pelanggan atau Customer Management System (CMS) berbasis teknologi insformasi di PT PLN Disjatim tahun 2004-2008.

"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Gani Abdul Gani, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menuntut menjatuhkan putusan dengan hukuman pidana selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta," ujar Jaksa Risma Ansyari dalam sidang tuntutan Gani di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (30/9/2013).

Jaksa Penuntut Umum KPK menilai Gani telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan proyek tersebut. Atas perbuatannya, Gani telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.

Menurut Jaksa, Gani secara sah terbukti melanggar dakwaan kesatu primer, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Jaksa juga menuntut Gani membayar uang pengganti sebesar Rp 46,030 miliar untuk kasus CIS-RISI di PLN Disjaya dan Tangerang dan Rp 68,5 miliar untuk kasus CMS di PT PLN Disjatim.

Dalam proyek CIS-RISI, Dirut PT PLN Widiono Suwondho disebut melakukan penunjukan langsung kepada PT Netway sebagai rekanan proyek CIS RISI. Penunjukan langsung dilakukan setelah ada kesepakatan antara Gani dan Eddie.

Tim jaksa KPK menilai ada mark up atau penggelembungan harga dalam pengadaan proyek CIS-RISI tersebut. Dari proyek ini, PT Netway Utama mendapatkan pembayaran senilai total Rp 92 miliar, padahal pembebanan biaya yang seharusnya atas pengadaan proyek tersebut adalah Rp 46,089 miliar.

Oleh karena itu, selisihnya sebesar Rp 46,189 miliar dianggap telah memperkaya Gani atau PT Netway, dan sejumlah pihak lainnya. "PT Netway Utama mendapatkan pembayaran secara bertahap sejak Juni 2004 sampai Mei 2006 sebesar Rp 92.278.045.753,26. Padahal, pembebanan biaya yang seharusnya adalah Rp 46.089.008.416,67," ungkap Risma.

Sementara itu, dalam proyek CMS, Gani disebut telah berkongkalikong dengan eks Manajer Utama PT PLN Disjatim, Hariadi Sadono, untuk memuluskan penunjukan langsung perusahaannya sebagai rekanan proyek CMS. Proyek CMS di PLN Disjatim dilakukan pada tahun 2004-2008.

Selama periode tersebut, negara mengalami kerugian keuangan sebanyak Rp 69,9 miliar akibat proyek CMS. Dalam kasus ini, Hariadi Sadono telah divonis hukuman 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Maret 2010 lalu.

Menurut Jaksa, Gani telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 68,5 miliar dan Hariadi sebesar Rp 560 juta. Sehingga uang pengganti yang dibayarkan Gani Rp 68,5 miliar. "Atas perjanjian kerjasama pengadaan Outsourcing CMS berbasis teknologi informasi paada PT PLN Disjatim tahun 2004 sampai 2008, PT Netway Utama mendapatkan pembayaran secara bertahap sejak Juli 2005 sampai Juni 2008 sebesar Rp 93.017.042.308," kata jaksa Ali Fikri.

Atas tuntutan tersebut, Gani dan penasehat hukumnya mengajukan pledoi (nota pembelaan). Pledoi dijadwalkan akan dibacakan pada sidang pekan depan, Senin (7/10/2013).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com