Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anton Medan Tuding UU Narkotika Penyebab Lapas Padat

Kompas.com - 19/07/2013, 07:08 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan narapidana yang dikenal dengan panggilan Anton Medan menilai kondisi penjara saat ini lebih buruk jika dilihat dari fasilitas yang didapat para tahanan. Mantan gembong judi besar di Jakarta tersebut mengatakan, dulu penjara tak sepadat sekarang. UU Narkotika, menurut dia, adalah penyebab kepadatan lembaga pemasyarakatan saat ini.

“Sejak judi gelap diberantas, pengusaha judi beralih menjadi bandar narkoba," ujar Anton di Jakarta, Kamis (19/7/2013). Fenomena itu yang kemudian disusul pemberlakuan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menurut dia, adalah penyebab saat ini jumlah penghuni lapas melebihi kapasitas.

Anton bertutur, saat dia bolak-balik menghuni penjara dulu, satu sel hanya ditempati sembilan tahanan atau narapidana. "Sekarang 103 orang," sebut dia. Anton pun menyatakan, semua lapas di Indonesia hanya punya daya tampung untuk 92.000 orang, tetapi jumlah tahanan dan narapidana kini tercatat 163.000 orang.

Kepada wartawan, Anton mengaku sudah berkeliling ke semua lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Menurut dia, sebagian besar lapas menampung narapidana melebihi kapasitas, dengan kondisi terparah di lapas-lapas di kota besar. Lapas yang perbandingan antara penghuni dan kapasitas awalnya parah, sebut dia, antara lain Lapas Cipinang, Lapas Salemba, Lapas Paleudang, Lapas Madaing, Lapas Tangerang, dan Lapas Tanjung Gusta.

UU Nomor 35 Tahun 2009, kata Anton, punya peran signifikan menambah jumlah tahanan dan narapidana yang dikirim ke penjara. Meskipun UU itu telah mengatur klasifikasi yang membedakan antara pengguna dan bandar, ketika masuk bui mereka tidak dipisahkan. Para pengguna pun diperlakukan bak bandar. “Seharusnya, kalau pengguna ya tidak perlulah masuk ke penjara, cukup rehabilitasi saja,” kata dia.

Tudingan pun Anton arahkan ke Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 sebagai pemicu frustrasi di kalangan narapidana. PP itu mengatur tentang pengetatan pemberian remisi bagi narapidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme. Multitafsir dalam penerapan PP tersebut, menurut Anton, juga terjadi di kalangan petugas lapas sehingga memunculkan protes dari narapidana yang kehilangan haknya.

“Makanya, supaya lapas itu bisa normal, pending dulu PP tersebut. Pemerintah rapikan dulu kemampuan para petugas, tingkatkan sarana dan prasarana," kata Anton. Bila kondisi jumlah tahanan dan narapidana yang jauh melampaui kapasitas lapas ini dibiarkan, imbuh dia, akan terbentuk semacam bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com