JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (3/12/2012) pukul 18.10 WIB akhirnya menahan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen (Pol) Djoko Susilo. Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Jawa Tengah, Prof Dr Jamal Wiwoho, menilai, kecepatan KPK menahan Djoko Susilo merupakan langkah yang tepat dalam due process of law tanpa mempertimbangkan status atau pangkat.
"Penahanan dapat dilakukan untuk mencegah tersangka mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti, dan mencegah untuk melarikan diri," kata Jamal Wiwoho dalam siaran persnya yang diterima Kompas, Selasa (4/11/2012). Penahanan tersebut, kata Jamal, dapat dimaknai juga sebagai jawaban atas keraguan sebagian masyarakat Indonesia atas kelambanan KPK menangani persoalan simulator surat izin mengemudi (SIM) ini sebagai akibat dari perebutan penanganan perkara ini apakah sebagai domain dari KPK atau kepolisian.
Saking gentingnya pihak mana yang berhak menangani kasus ini sampai-sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidatonya yang menganjurkan penanganan perkara ini diserahkan ke KPK. Penahanan Djoko Susilo selama 20 hari ke depan, lanjut Jamal, juga dapat dimaknai sebagai upaya untuk mempercepat mengungkap tabir yang sebenarnya apakah masih ada pihak-pihak yang terkait dengan dugaan korupsi alat simulator SIM untuk kendaraan roda dua dan roda empat yang terjadi pada tahun anggaran 2011 tersebut.
Dengan mempercepat penahanan tersebut, kata Jamal, kasusnya dimungkinkan dapat segera dilimpahkan perkaranya ke penuntutan dan akhirnya ke pengadilan. Salah satu yang menarik dari pernyataan Djoko Susilo sebelum menjalani penahanan di Rumah Tahanan KPK Guntur Denpom Jaya, menurut Jamal, adalah saat Djoko Susilo mengungkapkan akan menjalani proses penahanan sebagai warga negara yang taat pada hukum dan sebagai upaya penegakan hukum serta pendidikan hukum di Indonesia.
"Ungkapan tersebut menunjukkan betapa besarnya Djoko Susilo sebagai contoh dan suri teladan aparat penegak hukum yang ingin mewujudkan equality before the law kepada publik di Indonesia," kata Jamal. Dunia hukum Indonesia mendapatkan tambahan pembelajaran bahwa penegakan hukum tidak mengenal lapisan sosial dan strata sosial sebagai wujud dari pelaksanaan Pasal 27 UUD 1945 yang mengamanatkan setiap warga negara bersamaan dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan Indonesia. "Semoga penerapan prinsip equality before the law makin menebal di Bumi Pertiwi ini," ujar Jamal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.