Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Sosok Bung Karno dan Bung Hatta (1)

Kompas.com - 07/11/2012, 12:05 WIB

KOMPAS.com — Hari ini, Rabu, 7 November 2012, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno dan Hatta, tepat tiga hari menjelang peringatan Hari Pahlawan, yang selalu diperingati setiap tanggal 10 November. Penganugerahan dilakukan di Istana Negara, Jakarta, oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam sambutannya, Presiden menilai, Soekarno dan Hatta adalah sosok yang saling melengkapi.

Menurutnya, sosok Bung Karno dan Bung Hatta adalah lambang dan sumber inspirasi perjuangan seluruh bangsa Indonesia di seluruh pelosok negeri. Selain itu, tokoh bangsa yang berperan penting dalam menciptakan gagasan dan pemikiran bangsa yang akhirnya dijadikan menjadi landasan konsititusional Republik Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar 1945.

Berikut catatan kecil tentang sosok Bung Karno dan Bung Hatta...

Bung Karno
(Menjabat Presiden 1945-1966)

"Aku adalah putra seorang ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti, Tuan. Bapak adalah keturunan Sultan Kediri. Apakah itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah ahli-warisnya."

Ungkapan itu disampaikan Bung Karno kepada penulis otobiografinya, Cindy Adam.

Soekarno, yang bernama kecil Koesno, lahir di Blitar, 6 Juni 1901, dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai. Siapa sangka, 44 tahun kemudian, pria yang akrab disapa Bung Karno itu menjadi pembuka pintu bagi Indonesia meraih kemerdekaannya setelah lebih dari tiga setengah abad ditindas oleh penjajah.

Sejak kecil, Soekarno selalu hidup jauh dari orangtuanya. Saat mengenyam pendidikan di bangku sekolah rakyat, ia indekos di Surabaya, tepatnya di rumah politisi kawakan pendiri Syarikat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto, sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Dari tokoh inilah, semangat kebangsaannya membara. Maklum saja, di rumah HOS Tjokroaminoto kerap digelar diskusi politik. Pada tahun 1921, Soekarno mempersunting putri bapak indekosnya, Siti Oetari.

Petualangan pendidikan Soekarno berlanjut ke Bandung. Di Kota Kembang ini, ia melanjutkan pendidikan tinggi di THS (Technische Hooge-School), Sekolah Teknik Tinggi yang kemudian menjadi ITB. Kerja kerasnya berbuah gelar insinyur pada 25 Mei 1926. Semasa kuliah di Bandung, Soekarno menemukan jodoh yang lain. Inggit Garnasih, yang dinikahinya pada tahun 1923.

Karier politik Soekarno terejawantahkan saat mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), 4 Juni 1927. Tujuannya, mendirikan negara Indonesia Merdeka. Akibatnya, ia ditangkap, diadili, dijatuhi hukuman penjara oleh pemerintah Hindia Belanda dan dijeboloskan ke penjara Sukamiskin, Bandung, pada 29 Desember 1929.

Bebas dari hotel prodeo, 1931, ia kemudian memimpin Partindo. Belanda kembali menangkapnya (1933) dan membuang Soekarno ke Ende, Flores. Dari Ende, ia dibuang ke Bengkulu selama empat tahun. Di sanalah ia menikahi Fatmawati (1943) yang memberinya lima anak, yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rahmawati, Sukmawati, dan Guruh Soekarnoputra.

Tahun 1942, tentara pendudukan Belanda di Indonesia menyerah kepada Jepang. Penindasan yang dilakukan tentara pendudukan selama tiga tahun jauh lebih kejam. Di balik itu, Jepang sendiri sudah mengimingi kemerdekaan bagi Indonesia. Penyerahan diri Jepang setelah dua kota utamanya, Nagasaki dan Hiroshima, dibom atom oleh tentara Sekutu, tanggal 6 Agustus 1945, membuka cakrawala baru bagi para pejuang Indonesia. Mereka tidak perlu menunggu, tetapi merebut kemerdekaan dari Jepang.

Setelah persiapan yang cukup panjang, dipimpin oleh Ir Soekarno dan Drs Muhammad Hatta, mereka memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 52 (sekarang Jalan Proklamasi), Jakarta.

Soekarno juga dikenal berani. Salah satu ungkapan yang dilayangkannya kepada Amerika, "Go to hell with your aid", sempat menggemparkan. Tahun 1965-1966 menjadi saat genting bagi kedudukan Soekarno. Saat itu, terjadi pertarungan berdarah antara PKI dan unsur-unsur bersenjata yang didukung Barat. Bung Karno sadar, tetapi terlambat. Sedikit demi sedikit ia dijepit. Akhirnya guru bangsa yang besar ini disingkirkan dari panggung kekuasaan, dan digantikan Soeharto. Ia wafat pada tahun 1971, sebagai seorang tahanan politik, di negeri yang kemerdekaannya dengan gigih ia perjuangkan.

Ikuti pula catatan kecil tentang sosok Bung Hatta:
Mengenang Sosok Bung Karno dan Bung Hatta (2)

Baca juga:
Soekarno Jadi Pahlawan Nasional, Mega ke Istana
PDI-P: BK Jadi Pahlawan Nasional, Hentikan "Desoekarnoisasi"
Puan: Gelar Pahlawan untuk Soekarno Bukan Jasa SBY
Pemerintah Akhirnya Akui Bung Karno-Bung Hatta Pahlawan Nasional

Berita terkait gelar pahlawan nasional bagi kedua tokoh ini dapat diikuti dalam topik:
Bung Karno-Bung Hatta, Jadi Pahlawan Nasional

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com