Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Polri Begitu Cepat Menahan Tersangka Simulator?

Kompas.com - 04/08/2012, 15:00 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak seperti biasanya, Kepolisian begitu cepat menahan seseorang yang telah mereka tetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Baru ditetapkan sebagai tersangka pada 1 Agustus 2012 lalu, empat tersangka kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) sudah ditahan Jumat (3/8/2012) malam.

Mereka yang ditahan adalah Wakil Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan, Komisaris LGM selaku Bendahara Korlantas, dan Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto. Didik, Teddy, dan LGM ditahan di Rumah Tahana Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok sedangkan Budi mendekam di Rumah Tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

"Agak kaget ketika KPK penggeledahan tiba-tiba polisi percepat proses itu, beberapa tersangka ke Mako Brimob, satu di Bareskrim, kenapa kemudian begitu cepat padahal sebelum-sebelumnya ada penolakan dari mereka dengan menyatakan tidak ada unsure pidana, tapi kenapa ketika KPK intervensi, mereka cepat bergerak?" kata Koordinator Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto di Jakarta, Sabtu (4/8/2012).

Dia menduga, langkah polisi yang menahan keempat tersangka itu merupakan bagian dari upaya melokalisir kasus ini. Dugaan Agus, Polri ingin melindungi keterlibatan pihak lain yang lebih besar.

Berdasarkan catatan Kompas.com, langkah Polri yang lebih sigap dalam menahan tersangka ini di luar kebiasaan. Misalnya saja, dalam memperlakukan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan, Siti Fadilah Supari. Sejak diumumkan status tersangkanya pada 17 April 2012, Siti belum juga ditahan.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Polisi Anang Iskandar beralasan bahwa pemeriksaan keempat tersangka sudah cukup sehingga mereka bisa ditahan. Selain itu, kata Anang, langkah tersebut membuktikan bahwa Polri serius menangani kasus korupsi ini.

"Pemeriksaan kita sudah selesai semua, sehingga tersangkanya dilakukan penahanan. Ini juga membuktikan bahwa kita juga serius menangani kasus korupsi ini," ujarnya saat ditanya apakah takut keduluan KPK atau tidak.

Terkait penanganan kasus dugaan korupsi simulator SIM ini, KPK dan Polri seolah berebut. Setelah KPK menyatakan telah meningkatkan penanganan kasus itu ke tahap penyidikan 27 Juli 2012 lalu, Polri kemudian mengklaim sudah mulai menyidik sejak 1 Agustus 2012.

Polri menetapkan tiga orang sebagai tersangka padahal ketiganya sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka lebih dulu. Ketiga orang itu adalah Brigjen Didik, Budi Susanto, dan Sukoco S Bambang. Namun Polri tidak menetapkan mantan Kepala Korlantas Polri, Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka.

Djoko sudah menjadi tersangka KPK karena diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga menimbulkan kerugian negara atau menguntungkan pihak lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

    BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

    Nasional
    Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

    Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

    Nasional
    Drama Nurul Ghufron vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

    Drama Nurul Ghufron vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

    Nasional
    Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

    Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

    Nasional
    Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

    Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

    Nasional
    MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

    MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

    Nasional
    11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

    11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

    Nasional
    Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

    Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

    Nasional
    KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

    KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

    Nasional
    Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

    Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

    Nasional
    Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

    Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

    Nasional
    Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

    Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

    Nasional
    Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

    Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

    Nasional
    Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

    Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

    Nasional
    MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

    MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com