JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Miranda S Goeltom mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut pengacara Miranda, surat dakwaan yang disusun tim jaksa KPK tersebut harus batal demi hukum karena tidak diuraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan ke Miranda.
"Seluruh dakwaan kesatu, dakwaan kedua, dakwaan ketiga, dan dakwaan keempat, tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap," kata salah satu pengacara Miranda, Dodi Abdulkadir dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (24/7/2012).
Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum KPK mendakwa Miranda menyuap anggota DPR 1999-2004 terkait pemenangannya sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004. Jaksa mendakwa Miranda dengan dakwaan yang disusun alternatif.
Dakwaan alternatif pertama, melanggar Pasal 5 ayat 2 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dakwaan alternatif kedua, Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-2 KUHP. Alternatif ketiga, Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Alternatif keempat, Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-2 KUHP. Ancaman hukumannya, maksimal lima tahun penjara.
Menurut jaksa, Miranda bersama-sama Nunun Nurbaeti atau masing-masing bertindak sendiri, memberi cek perjalanan Bank Internasional Indonesia (BII) senilai Rp 20,8 miliar melalui Ari Malangjudo ke anggota DPR 1999-2004, antara lain, Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI Perjuangan), dan Endin Soefihara (Fraksi PPP). Cek Perjalanan senilai Rp 20,8 miliar tersebut merupakan bagian dari total 480 cek perjalanan BII senilai Rp 24 miliar.
Sementara Dodi menilai, dakwaan ketiga dan keempat yang disusun jaksa telah daluwarsa masa penuntutannya. Dia menjelaskan, sesuai dengan Pasal 78 ayat 1 butir ke-2 KUHP, kewenangan menuntut pidana dapat hapus karena daluwarsa. Suatu dakwaan dinyatakan daluwarsa apabila ancaman pidananya paling lama tiga tahun penjara dan sudah lewat enam bulan dari waktu kejadian perkara. Adapun dakwaan ketiga dan keempat mengandung Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memuat ancaman hukuman maksimal tiga tahun penjara. Kemudian pemberian cek perjalanan ke anggota DPR RI terjadi pada Juni 2004 atau lebih dari 6 tahun yang lalu.
"Perkara pemberian cek perjalanan ke anggota DPR yang terjadi bulan Juni 2004, telah daluwarsa pada Juni 2010 lalu," kata Dodi.
"Oleh karena itu penuntutan untuk perkara pemberian cek perjalanan ke anggota DPR dengan menggunakan Pasal 13 UU Tipikor telah hapus sejak Juni 2010," tambahnya.
Selain itu, menurut tim pengacara Miranda, jaksa tidak cermat menjelaskan kualifikasi terdakwa dalam dakwaan kesatu dan ketiga. Tidak diuraikan jelas, kata Dodi, apakah Miranda sebagai pelaku tindak pidana (pleger), menyuruh melakukan (donpleger), atau turut serta melakukan (medepleger).
Kemudian, menurut Dodi, dakwaan kedua dan keempat tidak jelas, tidak lengkap, dan tidak cermat menguraikan unsur menggerakan/menganjurkan orang lain melakukan tindak pidana. Tim pengacara Miranda menilai, dakwaan disusun jaksa penuntut umum KPK atas asumsi sendiri sehingga surat dakwaan tidak jelas.
Atas nota keberatan yang diajukan Miranda dan tim pengacaranya ini, tim jaksa KPK akan mengajukan tanggapan yang dibacakan dalam persidangan pekan depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.