Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KIP Tangani Sengketa Informasi Pertanahan

Kompas.com - 10/05/2012, 17:45 WIB
Maria Susy Berindra A

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sulitnya mendapatkan informasi tentang pertanahan, seperti warkah, sertifikat tanah atau salinannya dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), membuat masyarakat sering mengadukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP).

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdul Rahman Ma'mun, di Jakarta, Kamis (10/5/2012).

"Komisi Informasi baik di pusat maupun di daerah mulai banyak menangani kasus sengketa informasi pertanahan. Kasus yang muncul adalah para pemilik tanah yang sertifikatnya ternyata overlap atau tumpang tindih dengan kepemilikan pihak lain," kata Abdul Rahman yang kerap disapa Aman.

Persoalan informasi tanah memang kerap menjadi masalah sensitif para pemilik. Apalagi, informasi tersebut menyangkut batas-batas kepemilikan tanah seseorang yang tak jarang tumpang tindih.

Kejelasan mengenai batas-batas kepemilikan tanah inilah, yang antara lain dapat diketahui dari surat-surat keterangan tanah seperti sertifikat tanah yang ada di BPN. Oleh karena itu, banyak pemilik tanah kemudian meminta informasi tersebut ke BPN. Namun dengan alasan kehati-hatian dan bahkan kerahasian, kantor BPN kemudian menolak memberikan informasi.

"Karena tidak dapat mengakses informasi tanah, mereka lalu mengadukan BPN ke KIP. Ini tidak hanya di Jakarta. Sengketa informasi pertanahan ini juga muncul di Jawa Timur, di Sumatera Barat, dan beberapa tempat lainnya," kata Aman.

Persoalan mendasar yang menjadi pokok sengketa informasi pertanahan adalah apakah salinan sertifikat dan data pendukung, merupakan informasi terbuka yang bisa diakses publik atau hanya bisa diakses oleh pemilik tanah.

Misalnya, pemilik suatu bidang tanah ingin mengetahui batas tanah tetangganya yang diduga tumpang tindih dengan luasan tanah miliknya. Di sisi lain, BPN beranggapan informasi pertanahan seperti sertfikat tanah, dan dokumen pendukungnya seperti warkah yang juga memuat riwayat tanah merupakan informasi yang harus dilindungi, atau bahkan rahasia.

"Sengketa informasi pertanahan di KIP sekarang masih dalam proses sidang ajudikasi, baik yang di Jember Jawa Timur, maupun di Padang. Kita tunggu saja putusan Majelis Komisioner KIP nanti, apakah informasi itu bisa diberikan atau dikecualikan," kata Aman.

Menurut Aman, sejak UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) diberlakukan, masyarakat banyak memanfaatkan untuk mendapatkan informasi publik, yang memang menjadi hak setiap warga negara.

"Right to know atau hak untuk mengetahui informasi publik bagi masyarakat memang dijamin dalam UU KIP. Bila terjadi perbedaan pendapat apakah suatu informasi masuk kategori informasi publik atau informasi dikecualikan, alias rahasia, maka menjadi tugas KIP untuk menyelesaikan sengketa informasi itu," ujar Rahman.

Sampai saat ini, sejak pemberlakuan UU KIP sejak 1 Mei 2010, menurut Aman, sengketa informasi yang ditangani KIP Pusat mencapai 613 perkara. Dari jumlah ini 53 persen diantaranya telah selesai, baik melalui proses mediasi, ajudikasi, atau pemeriksaan pendahuluan.

Jenis informasi yang paling banyak disengketakan adalah informasi tentang anggaran dan laporan keuangan (41 persen dari seluruh jumlah sengketa informasi), disusul daftar informasi publik (13 persen), informasi tentang peraturan (10 persen) dan informasi pengadaan barang dan jasa (5 persen).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com