Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jangan Stop Pembahasan Hak Memilih TNI

Kompas.com - 24/06/2010, 21:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap dan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta polemik tentang hak memilih prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dihentikan, menyusul pendapat pro dan kontra yang muncul, memicu pertanyaan dari banyak kalangan. Permintaan tersebut dinilai aneh karena perdebatan dan pembahasan yang muncul saat ini terkait hak memilih prajurit TNI diyakini sudah mengarah ke perkembangan positif dengan mencoba mencari solusi atas persoalan yang terus berulang mengemuka dan dipermasalahkan di masyarakat.

Sikap menyayangkan tersebut disuarakan Bima Arya Sugiarta dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan pengamat politik Universitas Indonesia (UI) boni Hargens, Kamis (24/6/2010), usai keduanya berbicara dalam diskusi publik bertema Sistem Multipartai dan Stabilitas Politik.

"Setelah wacana tentang itu dibuka sendiri oleh Presiden Yudhoyono, saya lihat perkembangan pembahasannya sangat hidup dan bagus. Aneh kalau kemudian mau distop. Lalu kenapa kemarin dibuka? Momen ini seharusnya berlanjut dengan pembahasan signifikan oleh semua pihak terkait," ujar Bima.

Bima mengingatkan opini publik tidak bisa distop apalagi direkayasa. Apalagi mengingat isu tersebut sangat relevan dengan revisi Undang-Undang Politik dan Pemilu. Selain itu persoalan ini juga akan sampai pada kesimpulan soal apakah proses reformasi internal TNI sudah benar dan berjalan sesuai yang diinginkan.

Dalam kesempatan sama, Boni Hargens menilai apa yang dilakukan Presiden Yudhoyono sebagai langkah uji coba (testing the water) dengan melempar isu terkait masalah tersebut. Dia meyakini, pengembalian hak memilih TNI adalah strategi lain dengan agenda tertentu menjelang pemilu mendatang.

"Saya melihat langkah itu sebagai salah satu cara Presiden Yudhoyono untuk menjadi alternatif kekuatan tambahan yang bisa melindungi sistem kekuasaan sekarang. Apalagi banyak terjadi turbulensi dan konflik politik akibat perseteruan yang muncul antara sejumlah parpol seperti PKS, Partai Golkar, dan peserta koalisi lain," ujar Boni.

Menurut Boni, sejarah membuktikan militer piawai dalam berpolitik dan punya kemampuan untuk memobilisasi massa. "Tambah lagi di masyarakat, terutama di daerah-daerah, masih menganggap militer sebagai sosok yang disegani, dihormati, serta wajib dituruti. Belum lagi tentara punya kemampuan mengintimidasi. Harus diingat 60 persen pemilih kita berada di daerah-daerah, yang jauh dari pemerintahan pusat dan rentan serta rawan praktik intimidasi. Boleh jadi Presiden Yudhoyono mau meniru negara maju, tentara bisa ikut pemilu. Tapi dia lupa, tentara kita di sini masih pretorian," ujar Boni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com