Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana Merdeka antara 2008 dan 1998

Kompas.com - 07/03/2010, 06:41 WIB

KOMPAS.com - Sekitar pukul 19.00 WIB, separuh ruang bagian depan Istana Merdeka, Jakarta, sudah dipenuhi oleh wartawan. Lima belas menit sebelum pukul 20.00 WIB, seperempat ruang bagian depan Istana Merdeka ini diberi sekitar 40 kursi yang diatur berderet-deret. Akibatnya, puluhan wartawan hanya mendapat ruang sekitar seperempat dari seluruh ruang yang ada. Suasananya berjejal-jejal.

Deretan kursi yang ditaruh di sayap kanan dan kiri ruang depan Istana Merdeka disediakan untuk para menteri kabinet. Tidak semua menteri yang hadir mendapat kursi. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad tampak berdiri di bagian belakang di sayap kiri ruangan.

Sebelum mendapat tempat duduk di deretan depan kursi di sayap kanan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menghampiri kerumunan menteri di depan deretan kursi sayap kiri. Ia disambut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dengan jabatan tangan. Kemudian berlangsung suasana canda antara beberapa menteri dan Sri Mulyani. Akibat suasana canda ini, Sri Mulyani pindah tempat di deretan kursi sayap kanan dan duduk dekat Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu.

Sekitar pukul 20.00 WIB, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah berdiri di tengah bagian depan ruang. Ia langsung menyampaikan pidato tanggapannya terhadap keputusan Rapat Paripurna DPR dan hasil kerja Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century.

Dalam pidatonya ini, antara lain Presiden membandingkan suasana menjelang masa krisis tahun 1998 dengan suasana tahun 2008, ketika kebijakan pengucuran dana untuk Bank Century diambil.

Menurut Presiden, protokol penanganan krisis 2008 lebih jelas dengan menggunakan dasar hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008. "Ini sebuah kemajuan karena pada krisis 1998, kita tidak punya dasar hukum yang jelas untuk penanganan krisis ekonomi," ujarnya.

Pengambilan keputusan pada tahun 2008, kata Presiden, jauh lebih terbuka dan akuntabel dibandingkan dengan tahun 1998. "Dokumentasi risalah KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) dibuat jauh lebih rapi. Bahkan, rapat pengambilan keputusan direkam video gambar dan suara," ujarnya.

Penanganan krisis 2008, tegas Yudhoyono, dilakukan mandiri dibandingkan dengan tahun 1998 yang sangat melibatkan IMF. Menurut Yudhoyono, sumber dana krisis keuangan 1998 sepenuhnya keuangan dari Bank Indonesia. "Ini diperbaiki. Pada tahun 2008 sudah terbangun sistem di mana industri perbankan dapat menyelamatkan sendiri bank yang bermasalah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mayoritas dana LPS berasal dari premi dana yang dikumpulkan bank-bank itu sendiri," ujarnya.

Ia yakin dana penyelamatan Rp 6,7 triliun pada tahun 2008 belum dapat dikatakan sebagai kerugian negara. "Uang sebesar itu merupakan investasi atau penyertaan modal sementara yang diharapkan kelak dapat dikembalikan. Ini koreksi krisis 1998, yaitu Rp 656 triliun berasal dari keuangan negara dan yang kembali hanya 27 persen. Biaya krisis 1998 membebani negara hingga Rp 656 triliun, angka raksasa jika dibandingkan untuk penyertaan modal sementara Bank Century Rp 6,7 triliun," ujar Yudhoyono.

Akhir pidato Yudhoyono selama hampir 37 menit itu disambut tepuk tangan hadirin. Sementara itu, salah satu telepon genggam seorang wartawan menerima pesan singkat berbunyi, "SBY memilih opsi A hasil Pansus Century". (J Osdar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com