Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misbakhun Minta Anggaran Polri dan KPK Ditahan

Kompas.com - 20/06/2017, 14:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota panitia khusus (pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mukhamad Misbakhun mengusulkan penahanan anggaran Kepolisian dan KPK untuk 2018 jika tak mematuhi perintah undang-undang untuk membantu kerja pansus dalam menghadirkan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani.

Hal itu diungkapkannya menyusul sikap Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang enggan membantu untuk membawa paksa Miryam ke pansus angket.

Padahal, menurut Misbakhun, aturan mengenai pemanggilan paksa telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Apabila mereka tidak menjalankan apa yang menjadi amanat UU MD3 maka DPR mempertimbangkan, saya meminta komisi III mempertimbangkan pembahasan anggaran untuk Kepolisian dan KPK (tak dilakukan)," kata Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2017).

"Di ruang lingkup pansus sudah kami bicarakan dan untuk mulai mempertimbangkan itu," sambung dia.

(Baca: Kapolri Tak Akan Bawa Miryam ke Pansus Angket KPK, Ini Alasannya)

Ia mencontohkan, parlemen Amerika Serikat memiliki instrumen polisi parlemen yang salah satu tugasnya memanggil paksa pihak yang diminta parlemen. Namun, parlemen Indonesia tak memiliki instrumen tersebut sehingga satu-satunya alat dan instrumen yang ada adalah Kepolisian.

"Jadi saya meminta pada pihak Kepolisian terutama Kapolri berhati-hati dalam memberikan statement ini," tutur Politisi Partai Golkar itu.

Namun, ia membantah jika usulan tersebut merupakan ancaman kepada Kepolisian dan KPK.

"Kami enggak mengancam apa-apa. Kami menggunakan kewenangan kami," kata Misbakhun.

Adapun saat ditayhakan bagaimana terkait dana operasional Kepolisian dan KPK pada 2018, Anggota Komisi XI DPR itu tak berkomentar panjang.

(Baca: Mengapa Pansus Tak Diizinkan Periksa Miryam Meski di Gedung KPK? )

"Pasti akan ada jalan keluarnya," katanya.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya menanggapi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang mengatur soal kewenangan DPR meminta Polri untuk memanggil paksa saksi yang diundang oleh panitia khusus.

Hal ini terkait dengan rencana Pansus Hak Angket KPK yang akan meminta Polri menghadirkan paksa Miryam dalam rapat jika tak hadir setelah panggilan ketiga. Tito mengakui bahwa dalam undang-undang itu diatur hak DPR meminta bantuan polisi.

"Namun, persoalannya kita lihat hukum acaranya dalam undang-undang itu tidak jelas," ujar Tito di gedung KPK, Jakarta, Senin (19/6/2017).

Tito tak memungkiri, beberapa kali dalam kasus terdahulu, Polri memenuhi permintaan pansus untuk menghadirkan paksa seseorang yang mangkir dari panggilan di DPR. Namun, kata Tito, upaya menghadirkan paksa seseorang sama saja dengan perintah membawa atau penangkapan.

"Penangkapan dan penahanan dilakukan secara pro justicia untuk peradilan. Sehingga di sini terjadi kerancuan hukum," kata Tito.

"Kalau ada permintaan dari DPR untuk hadirkan paksa, kemungkinan besar Polri tidak bisa karena ada hambatan hukum. Hukum acara tidak jelas," ucap dia.

Kompas TV Pansus Angket KPK akan Panggil Miryam S. Haryani
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com