Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berubah-ubah Sikap, Pemerintah Dianggap Gamang Bubarkan HTI

Kompas.com - 20/05/2017, 21:37 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai pemerintah belum punya alasan yang cukup kuat untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal itu, kata Margarito, terlihat dari sikap pemerintah dalam mengambil tindakan.

"Tampaknya begitu, karena itu mereka (Pemerintah) masih muter-muter," ujar Margarito dalam sebuah acara diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/5/2017).

Awalnya, pemerintah menyatakan membubarkan HTI. Kemudian, mengatakan bahwa pembubaran akan ditempuh lewat jalur pengadilan.

Namun, karena jalur pengadilan dinilai membutuhkan waktu yang panjang, Pemerintah menyatakan akan menerbitkan Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

(Baca: Perppu Pembubaran HTI Bisa Jadi Bumerang untuk Pemerintah)

Oleh karena itu, jika Pemerintah tetap menempuh jalur penerbitan Perppu, maka akan mengesampingkan ketentuan-ketentuan yang juga berlaku dalam aturan UU Ormas.

Margarito mengingatkan agar pemerintah punya alasan kuat dlam menerbitkan perppu. Pasalnya, perppu hanya boleh dikeluarkan dalam situasi genting.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut bahwa Presiden berwenang menerbitkan perppu. Namun, pasal itu juga menyebutkan, dasar penerbitan Perppu harus ada "kegentingan yang memaksa".

"Pemerintah harus temukan alasan bahwa situasi kita saat ini sangat genting. Lalu kalau ditemukan, alasan itu menjadi dasar sah bagi presiden untuk membentuk perppu," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Fandi Utomo mengatakan, pemerintah perlu berhati-hati jika ingin menerbitkan Perppu. Menurut dia, perlu ada penjelasan lebih rinci dari pemerintah terkait penerbitan Perppu tersebut.

(Baca: Wiranto Sebut Pembubaran HTI Pakai Perppu Tak Langgar Prosedur Hukum)

Hal yang perlu dijelaskan, di antaranya, apakah perppu itu untuk mengganti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 (UU Ormas) atau ada tujuan lain. Sebab, UU Ormas mengatur bahwa pembubaran ormas melalui mekanisme pengadilan.

"Mau nembak satu (Ormas) atau semua ini? Ya kan? Kalau Perppu-nya mengatakan bahwa pembubaran ormas tidak perlu melalui pengadilan, berarti semua ormas bisa terdampak," kata Fandi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

"Makanya perlu kehati-hatian," lanjut dia.

Kompas TV Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menolak rencana pembubaran organisasi mereka oleh pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com