Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pimpinan KPK: DPR Jadi Corong Kepentingan Segelintir Orang

Kompas.com - 04/05/2017, 14:52 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menilai, penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK hanya retorika untuk menghambat penuntasan kasus korupsi e-KTP.

Menurut Busyro, tujuan hak angket adalah mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, mantan anggota Komisi II DPR, yang kini bertatus tersangka keterangan palsu terkait kasus e-KTP.

"Kalau melihat runtutan argumen yang bisa kita baca, lewat media terutama, itukan kesan kuatnya mencari-cari argumen selain kasus rekaman terhadap Miryam," ujar Busyro di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

(Baca: PAN Tegaskan Tak Akan Kirim Perwakilan dalam Pansus Angket KPK)

Menurut Busyro, saat ini tengah terjadi deparlemenisasi di DPR. Hal itu ditunjukkan adanya sikap sejumlah anggota DPR yang mendukung hak angket.

"Dari situ saja sudah menunjukkan bahwa DPR sudah menjadi lembaga corong yang tidak pantas dari kepentingan segelintir orang tertentu. Inilah deparlemenisasi justru oleh sebagian anggota parlemen," kata Busyro.

Melihat situasi saat ini, Busyro menilai, sangat penting bagi partai secara keseluruhan atau pimpinan partai mengambil sikap jika tidak ingin ada penilaian negatif dari publik.

"Karena DPR itu representasi dari parpol," kata Busyro.

Di sisi lain, lanjut Busyro, KPK tidak perlu khawatir menghadapi DPR. Sebab, penggunaan hak angket DPR hanya berlaku kepada pemerintah.

(Baca: ICW Nilai Hak Angket untuk KPK Bentuk Premanisme Politik)

Sementara KPK merupakan lembaga penegak hukum yang tidak berada di bawah pemerintah atau lembaga yang independen.

"Di undang-undangnya begitu, jadi tidak menjadi objek dari hak angket. Yang jadi hak angket adalah aparat penegak hukum di bawah pemerintah," kata Busyro.

Menurut Busyro, KPK harus menunjukkan sikap bahwa situasi yang terjadi saat ini tidak mempengaruhi jalannya proses penegakan hukum.

KPK harus terus melakukan pendalaman kasus yang tengah ditangani. "Bukan hanya e-ktp tapi kasus lain yang harus dibongkar dengan sunguh sungguh," ujarnya.

Sebelumnya, pembahasan hak angket disebut tidak hanya untuk membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com