JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani, mengaku pernah mendapat ancaman dari sejumlah anggota DPR RI.
Ancaman itu agar Miryam menutupi kasus suap sejumlah anggota DPR dalam proyek e-KTP.
Pengakuan itu disampaikan Miryam saat diperiksa sebagai saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Miryam menyampaikan itu kepada penyidik KPK Novel Baswedan.
Hal itu terungkap saat Miryam dikonfrontasi dengan tiga penyidik KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/3/2017).
"Kami tawarkan bahwa di KPK ada mekanisme perlindungan, tapi yang bersangkutan tidak mau," kata Novel kepada majelis hakim.
(baca: Terdakwa Kasus E-KTP Sebut Miryam S Haryani Terima Uang)
Menurut Novel, bahkan saat di penyidikan itu ia pernah menyerahkan nomor telelpon pribadinya kepada Miryam.
Tujuannya, agar sewaktu-waktu mendapat ancaman, Miryam bisa meminta perlindungan KPK.
"Tapi dia tidak mau. Katanya alasannya belum perlu," kata Novel.
(baca: Menangis, Mantan Anggota Komisi II Bantah Semua Isi BAP soal E-KTP)
Pada sidang sebelumnya, majelis hakim mengonfirmasi isi BAP Miryam saat diperiksa di KPK.
Namun, Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP.
Menurut dia, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik.
Namun, majelis hakim merasa ada yang janggal terhadap bantahan Miryam. Sebab, dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek e-KTP.
Bahkan, Miryam menyebut nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap.
Hakim akhirnya sepakat untuk melakukan verbal lisan atau mengkonfrontasi keterangan Miryam dengan penyidik.