Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Komisi II: Jangan Bikin Makin Panas Usul Hak Angket

Kompas.com - 17/02/2017, 19:48 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali, berharap usulan hak angket yang diajukan empat fraksi terkait status Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI, tidak diterima di Rapat Paripurna DPR.

Sebab, menurut Amali, masih ada mekanisme yang bisa ditempuh oleh DPR jika hendak mengetahui alasan pemerintah tak memberhentikan sementara Ahok dari jabatan Gubernur DKI Jakarta.

"Hak angket ini kan harus ada pengaruhnya untuk nasional. Kalau ini kan soal pilkada di 101 daerah saja. Lagipula bisa kami tanyakan saat rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri tanggal 22 nanti. Jangan sering-sering hak angket lah," kata Amali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/2/2017).

(baca: Mendagri Tak Akan Ubah Keputusannya soal Status Ahok)

Ia berharap DPR memberi kesempatan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk menjelaskan terlebih dahulu maksudnya tak memberhentikan Ahok dalam rapat nanti.

Sebab, menurut Amali, hak angket berkonotasi ke arah pemakzukan presiden. Dalam situasi pilkada yang sudah panas ini, munculnya hak angket justru semakin memperburuk situasi politik Indonesia.

Hal itu, kata dia, nantinya berpotensi mengancam stabilitas perekonomian Indonesia yang saat ini mulai stabil.

"Jangan dibikin makin panas lah. Kasihan kita, kasihan ekonomi kan, kita ini bersyukur di tengah kelesuan ekonomi dunia. Di dalam ribut, berantem. Kalau enggak ada dampak ekonomi aja sih biarkan saja. Tapi kalau berdampak kenapa diteruskan," lanjut politisi Partai Golkar itu.

(baca: Mendagri Khawatir Digugat jika Berhentikan Ahok)

Usulan hak angket muncul setelah Ahok kembali menjabat sebagai Gubernur DKI seusai selesai masa cuti kampanye.

Setelah diprotes, Mendagri kemudian melayangkan permintaan penerbitan fatwa kepada MA untuk memperjelas ketentuan dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Belakangan, Ketua MA Hatta Ali mengatakan bahwa seyogianya hal itu tidak memerlukan fatwa MA. Persoalan itu bisa diselesaikan oleh biro hukum di Kemendagri.

Berdasarkan Pasal 83 UU tentang Pemda, kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara.

(baca: Fraksi Pemerintah Tolak Hak Angket Status Ahok)

 

Namun, pemberhentian sementara itu berlaku jika ancaman hukuman yang menimpa kepala daerah di atas lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com