Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Ahok Disebut Tidak Konsisten soal Cuti Petahana

Kompas.com - 05/09/2016, 16:48 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang uji materi atau judicial review (JR) Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diajukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Senin (5/9/2016).

Gugatan yang diajukan Ahok itu terkait kewajiban calon petahana cuti selama masa kampanye. Agenda persidangan kali ini mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah sebagai pihak pembuat UU.

Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku perwakilan dari DPR mengatakan bahwa gugatan uji materi yang dilakukan Ahok tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang kuat.

Menurut Sufmi, cuti kampanye adalah norma umum dan tidak dibuat secara tiba-tiba. Maka dari itu, Ahok seharusnya memberikan masukan kepada pemerintah atau DPR sebelum UU Pilkada dibahas.

(Baca: Ahok Anggap Hak Konstitusional Petahana Dilanggar jika Diwajibkan Cuti Kampanye)

"Pemohon (Ahok) sudah tahu dari jauh-jauh hari," ujar Sufmi dalam persidangan di gedung MK, Jakarta Pusat.

Ia menambahkan, Ahok dalam gugatan uji materi juga tidak konsisten. Sebab pada pilgub 2012 lalu, kata Sufmi, Ahok pernah meminta Fauzi Bowo yang saat itu berstatus incumbent untuk mengajukan cuti.

"Apalagi saat Pilkada DKI Jakarta 2012, pemohon juga pernah meminta calon incumbent Fauzi Bowo untuk cuti," kata politisi Partai Gerindra tersebut.

(Baca: Poin-poin Penting yang Jadi Alasan Ahok Gugat Cuti Kampanye pada UU Pilkada)

Sufmi melanjutkan, Ahok juga keliru mengajukan gugatan uji materi dengan alasan kampanye mengurangi masa kerja, sehingga memilih untuk tidak kampanye. Menurut dia, tahapan kampanye merupakan tahapan wajib dalam pilkada.

"Asumsi tidak mau cuti karena tidak mau kampanye pemohon adalah keliru sebab tahapan kampanye merupakan tahapan wajib sebelum pilkada," kata dia.

Selain itu, tambah Sufmi, undang-undang merupakan pegangan tertinggi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Maka dari itu, semestinya aturan yang sudah dibuat oleh DPR dan Pemerintah bisa dipatuhi, termasuk oleh pemohon.

"Pemohon seharusnya sudah tahu konsekuensi dari keikutsertaan pemohon di Pilkada," kata dia.

Dengan demikian, kata Sufmi, DPR berharap agar MK menolak permohonan pemohon.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com