Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajati DKI dan Aspidsus dalam Pusaran Suap

Kompas.com - 13/08/2016, 18:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Pernyataan Marudut, perantara suap dalam kasus PT Brantas Abhipraya, dalam persidangan pada 10 Agustus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, semestinya menjadi jalan Komisi Pemberantasan Korupsi membantu Kejaksaan Agung membersihkan jaksa yang mencoba bermain penanganan perkara.

Nama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu kembali disebut. Keduanya disebut Marudut sebagai orang yang akan menerima uang sebesar Rp 2 miliar. Uang yang dibawa Marudut pada 31 Maret 2016 berasal dari petinggi PT Brantas, Direktur Keuangan dan Human Capital Sudi Wantoko dan Senior Manager Dandung Pamularno. Kejati DKI Jakarta saat itu tengah menangani dugaan korupsi di PT BA, salah satu BUMN karya.

Persoalannya, uang suap tersebut tidak pernah sampai di tangan mereka karena Marudut, Sudi dan Dandung keburu ditangkap KPK. Apakah Sudung dan Tomo kemudian dapat melenggang bebas?

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan, perkara suap terdiri dari dua pihak yaitu penyuap dan penerima suap. Suap juga umumnya dilakukan dari pihak yang bermasalah kepada pihak yang berkuasa dalam lembaga tertentu untuk mengatasi masalah yang dihadapi pihak penyuap itu.

”Dalam hal ini, kekuasaan untuk menghentikan penyelidikan atau penyidikan perkara. Kekuasaan ini dimiliki Kajati DKI Jakarta. Ditambah lagi, fakta persidangan membuktikan ada permintaan dari Kajati DKI pada Marudut untuk tidak datang dahulu karena curiga ada sesuatu,” kata Fickar.

Memang sekitar pukul 12.00 WIB pada 31 Maret 2016, Sudung mengirim pesan kepada Marudut dengan menggunakan bahasa Batak. ”Unang ro saonari adong info naso,” tulis Sudung. Arti dari pesan tersebut adalah melarang Marudut untuk datang menemuinya karena ada kabar yang tidak baik.

Sayangnya, fakta persidangan ini tetap membuat Kejaksaan Agung bergeming. Rekomendasi Komisi Kejaksaan untuk memberhentikan sementara Sudung dan Tomo tak digubris. ”Kami sudah berikan rekomendasinya. Tapi, kejaksaan sudah mengambil keputusan terkait masalah etiknya. Jadi, saat ini tinggal menunggu dari KPK seperti apa,” ujar komisioner Komisi Kejaksaan Indro Sugianto.

Jaksa Agung HM Prasetyo tetap berpegang pada hasil penanganan masalah etik jaksa dari unit pengawasan yang menyatakan Sudung dan Tomo tak melanggar etika dalam kasus ini. ”Pidananya ada pada KPK. Jadi, ditunggu saja seperti apa,” kata Prasetyo ketika itu.

KPK yang sekarang diuji. Beranikah mengungkap dan membuktikan tidak ada kesepakatan di belakang dengan pejabat Kejati DKI itu? (IAN)

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian "Kompas" edisi 13 Agustus 2016, di halaman 3 dengan judul "Kajati DKI dan Aspidsus dalam Pusaran suap"

 

Kompas TV KPK Panggil Kajati DKI Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com