Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Beri Kami Lahan Bertani karena Kami Sudah Tidak Punya Apa-apa Lagi"

Kompas.com - 08/06/2016, 21:44 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa pengusiran ratusan warga eks Gerakan Fajar Nusantara Gafatar (Gafatar) dari Mempawah, Kalimantan Barat, pada awal Januari 2016 lalu meninggalkan pengalaman pahit bagi Ida Zubaidah (50 tahun).

Saat konferensi pers yang digelar oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan beberapa LSM pemerhati isu perempuan, di Kantor LBH Jakarta, Rabu (8/6/2016), Ida sempat menceritakan tindak kekerasan yang dia dan keluarganya alami selama dalam proses evakuasi paksa.

"Saya dan keluarga mengalami tindak kekerasan yang tidak pernah bisa dilupakan," ujar Ida, mengawali ceritanya.

Sebelum memutuskan pindah ke Kalimantan, Ida adalah seorang ibu rumah tangga biasa dan suaminya memiliki usaha bengkel di Kota Bogor.

Pada 10 Desember 2015, Ida dan suaminya memutuskan untuk menjual seluruh asetnya di Bogor kemudian pindah ke Kalimantan untuk bertani.

Ide tersebut muncul saat ia bergabung dengan Gafatar dan tetap direalisasikan meski pada Agustus 2015 gerakan tersebut resmi membubarkan diri karena dianggap menyebarkan aliran sesat.

"Saya sendiri tidak mengerti kenapa dianggap sesat. Saya menilai itu gerakan yang berbasis sosial dan idenya baik. Setelah bubar, kami sekeluarga tetap memutuskan pindah ke Kalimantan. Anggota lain berpencar, ada yang pindah, ada yang tidak," tutur Ida.

Keinginan Ida untuk pindah karena keinginan untuk mandiri secara ekonomi melalui bertani.

Seluruh anggota Gafatar saat itu yakin bahwa suatu saat Indonesia akan mengalami krisis pangan dan mereka harus mengantisipasi hal tersebut dengan menjadi petani.

Setelah di Kalimantan, Ida dan suaminya membeli sebidang tanah dan menyewa rumah.

Menurut cerita, mereka datang dengan izin pindah yang legal dan sempat memberitahukan kedatangan mereka ke ketua Rukun Tetangga (RT) setempat.

Ida juga mengatakan bahwa selama tinggal di sana keluarganya menjalin interaksi yang baik dengan warga sekitar.

"Kami hanya bertani dan tidak menyampaikan ajaran apapun. Tetangga menerima dengan baik dan mereka minta diajari membuat RPM (Rumah Pangan Mandiri). Tetangga heran kenapa kami berhasil bercocok tanam padahal tanah di situ tidak subur," katanya.

Kehidupan keluarga Ida berjalan seperti biasa. Hingga pada Januari 2016, keluarganya diusik dengan kedatangan aparat desa, kepolisian dan personel Babinsa.

Menurut Ida, saat itu mereka datang untuk mengusir atas perintah dari pemerintah pusat. Mereka menyuruh Ida dan keluarganya untuk meninggalkan Mempawah secepat mungkin tanpa kompromi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com