Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Cicilan, Jaksa Agung Desak Samadikun Ganti Kerugian Negara Secara Tunai

Kompas.com - 02/06/2016, 20:55 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo meminta agar penggantian kerugian negara oleh terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, dibayarkan secara kontan.

Dengan demikian, kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi yang dia lakukan bisa langsung kembali ke kas negara.

"Saya beri petunjuk (ke jaksa), akan lebih baik kalau uang pengganti itu dibayar kontan saja," ujar Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (2/6/2016).

Sebelumnya, Samadikun menyatakan akan mengganti kerugian negara senilai Rp 169 miliar dengan cara mencicil. Setiap tahunnya, Samadikun diwajibkan membayar Rp 42 miliar. Jika dikalikan dengan masa hukuman Samadikun selama empat tahun, maka dana sesuai total kerugian negara akan terkumpul.

"Kami maunya dibayar kontan," kata Prasetyo.

(Baca: Buron sejak 2003, Samadikun Hartono Punya Lima Paspor)

Pembayaran cicilan pertama sedianya dilakukan pada akhir April 2016. Namun, cicilan itu belum diberikan oleh Samadikun.

Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dedy Priyo mengatakan, pihaknya memberikan waktu pelunasan paling lambat pada 30 November 2016 untuk cicilan tahun ini. Sebagai jaminan, Samadikun menitipkan sertifikat asli rumah di kawasan Menteng dan tanah di Cipanas, serta sebuah mobil.

"Dia bikin pernyataan itu sebagai jaminan sanggup melunasi," kata Dedy.

Dedy mengatakan, pihaknya akan terus menagih pengembalian kerugian negara ke Samadikun yang kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Jika sampai 30 November 2016, cicilan tak juga dibayar, maka Samadikun akan mendapat teguran.

"Kami tegur sekali, dua kali. Kalau tidak, jaminannya akan kami sita," kata dia.

(Baca: Samadikun Bakal Cicil Uang Pengganti Rp 42 Miliar Per Tahun)

Kejaksaan Agung (Kejagung) menaksir, aset berupa rumah di Menteng senilai Rp 50 miliar, sedangkan nilai tanah di Cipanas, Puncak, belum bisa dipastikan.

Samadikun merupakan terpidana kasus korupsi BLBI dan menjadi buron belasan tahun. Sejak mengeksekusi Samadikun pada akhir April 2016, Kejagung memang mengincar aset Samadikun untuk disita jika tidak bisa mengembalikan uang ke kas negara.

Samadikun ditangkap di Shanghai, China, oleh kepolisian setempat. Ia pun dikembalikan ke Indonesia, Kamis (21/4/2016) petang, dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma pada malam harinya.

(Baca: Jaksa Agung: Samadikun Miliki Aset di China dan Vietnam)

Samadikun divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekitar Rp 2,5 triliun, yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial pada 1998.

Kerugian negara dalam kasus ini disebut sebesar Rp 169 miliar. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dikenai hukuman penjara selama empat tahun.

Kompas TV Samadikun dan Momentum Kejar Buron Lain - Satu Meja Eps 140 bagian 3
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com