Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembalikan Mahkota yang Hilang

Kompas.com - 24/05/2016, 05:20 WIB

Oleh: Fritz Siregar

Pada 15 Maret 2016, Dewan Etik Hakim Konstitusi (”Dewan Etik”) menyatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat melakukan pelanggaran kode etik ringan dan diberikan sanksi ”teguran lisan”.

Putusan tersebut, yang dikemas dalam Berita Acara Pemeriksaan Nomor 13/info-III/BAP/DE/2016 merupakan perjalanan panjang sejak terungkapnya katebelece Ketua Mahkamah Konstitusi yang dimuat berbagai media pada Januari 2016.

Dewan Etik adalah salah satu perangkat bersifat tetap yang dibentuk Mahkamah Konstitusi dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Setelah proses seleksi oleh panitia seleksi yang dipimpin mantan Wakil Ketua MK Laica Marzuki, Ketua MK Hamdan Zoelva meresmikan Dewan Etik dengan Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi No 15/2013 tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi Periode 2013-2016.

Mukhtie Fadjar, mantan hakim konstitusi, terpilih sebagai Ketua Dewan Etik.

Putusan Dewan Etik bertanggal 15 Maret 2016 tersebut bukan putusan pertama. Sejak Dewan Etik bertugas Januari 2014, Dewan Etik telah menerbitkan 12 putusan.

Berbagai laporan disampaikan masyarakat terhadap perilaku hakim konstitusi, seperti ketidakhadiran dalam sidang yang menyebabkan sidang tidak memenuhi syarat kuorum, putusan yang tak cermat, ucapan dalam sidang pemeriksaan yang dianggap melecehkan, bahkan permintaan agar hakim konstitusi untuk tidak memeriksa suatu perkara dikarenakan adanya potensi konflik kepentingan.

Dari berbagai laporan pelanggaran etika tersebut, baru kali inilah Dewan Etik menjatuhkan sanksi terhadap hakim konstitusi.

Dewan Etik dapat melakukan pemeriksaan terhadap hakim konstitusi baik karena laporan masyarakat ataupun inisiatif sendiri.

Putusan terhadap Ketua MK ini merupakan pemeriksaan yang dilaksanakan Dewan Etik dengan inisiatif sendiri.

Bahkan, apabila Dewan Etik berpendapat bahwa pelanggaran yang diduga terhadap seorang hakim konstitusi merupakan pelanggaran berat, Dewan Etik dapat mengusulkan kepada MK untuk membentuk Majelis Kehormatan (Pasal 2 PMK No 2/2014).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com