Ahok, panggilan akrab Basuki, dianggap sebagai sosok newsmaker. Setiap tindakannya akan menjadi berita. Maka dari itu, partai yang mendukungnya juga akan mendapatkan pemberitaan pula.
"Ahok ini kan newsmaker. Tentu setiap tindakannya akan jadi berita. Makanya, partai berharap ketika mereka mendukung akan mendapat pemberitaan juga," ujar Arya saat dihubungi, Jumat (18/3/2016).
Keuntungan yang diperoleh ini, lanjut dia, digunakan untuk kepentingan partai dalam jangka pendek dan menengah. Jangka pendek adalah Pilkada 2017 di sejumlah daerah di Indonesia dan kepentingan jangka menengah adalah pemilu presiden.
(Baca: Ahok Mantap 100 Persen Maju di Pilkada DKI Melalui Jalur Independen)
Setelah Partai Nasdem, Partai Hanura juga menyatakan akan mendukung Ahok. Tak menutup kemungkinan, beberapa partai lainnya juga merapat. Namun, tak berarti partai-partai politik ke depannya akan "latah" mendukung Ahok.
Arya melihat ada dilematis pada partai-partai politik, terutama partai besar dan menengah. Pasalnya, jika mereka mendukung calon independen, otomatis mereka akan kehilangan kesempatan untuk mencalonkan kader mereka atau orang yang mendaftar ke partai mereka.
Selain itu, jika mendukung calon independen, perolehan kursi mereka di DPRD juga akan hangus.
(Baca: Dukungan Partai Dianggap Bisa Jadi Buah Simalakama untuk Ahok)
"Seperti Nasdem dukung Ahok. Itu kan enam kursi Nasdem menguap. Enggak dihitung. Jadi, partai kan harus mempertimbangkan itu," kata Arya.
Karena itu, Arya menambahkan, partai-partai saat ini masih dalam tahap penjaringan untuk mencari sosok yang tak hanya disukai partainya, tetapi juga bisa diterima partai lain sehingga sosok tersebut mampu membentuk suatu koalisi pencalonan.
"Bahkan, Gerindra pun harus koalisi karena tidak cukup (memiliki) kursi. Jadi, kalau mau mencalonkan juga harus mencari tokoh yang bisa diterima partai lain," tutur Arya.