Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Intelijen Jadi Bukti Aksi Terorisme, Dikhawatirkan Rampas HAM

Kompas.com - 16/02/2016, 20:58 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI, Taufiqulhadi, mendukung revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme secara proporsional dan maksimal.

Menurut dia, perubahan undang-undang ini penting karena Undang-undang tersebut merupakan produk hukum dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 tahun 2002 setelah peristiwa peledakan bom di Legian, Bali, 12 November 2012.

Alasan utama dikeluarkannya Perppu saat itu adalah Pemerintah belum memiliki payung hukum untuk mengungkap kasus bom di Bali.

"UU anti-terorisme yang sekarang berasal dari Perppu. Itu murni usul pemerintah sepihak, DPR tidak bisa membahas, tidak ada usulan dari pihak lain, akademisi ataupun pegiat HAM. Saya mendukung revisi UU tersebut karena perangkat hukum yang ada belum maksimal," ungkap Taufiq di Jakarta, Selasa (16/2/2016).

(Baca: Luhut: Saya Berdoa Tak Ada Bom Meledak Dekat Penolak RUU Antiterorisme)

Beberapa pasal yang dikhawatirkan menimbulkan deviasi dan abuse of power harus segera diperbaiki antara lain, masih simpang siurnya hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai bukti permulaan dan bagaimana laporan intelijen bisa digunakan sebagai bukti permulaan.

Ia juga menjelaskan saat ini belum ada batasan mengenai kategori laporan intelijen.

"Bukti intelijen yang mana yang bisa digunakan? Dari BIN atau dari intelijen kepolisian dan Kejaksaan? Itu harus jelas karena bersinggungan langsung dengan Hak Asasi Manusia," ungkapnya.

Selain itu, pemberian wewenang kepada penyidik pun masih terlalu luas. Artinya harus ada kejelasan bukti-bukti sebelum aparat melakukan penangkapan terhadap orang-orang yang diduga teroris.

(Baca: Ini Poin-poin Revisi UU Antiterorisme yang Diusulkan Pemerintah)

Poin lain yang menurut Taufiqulhadi perlu diperhatikan adalah jangka waktu penahanan yang dianggap kurang oleh penegak hukum, program deradikalisasi, dan pengaturan mengenai cyber terrorism.

Dia juga menyatakan ketidaksetujuannya apabila badan intelijen diberikan kewenangan menangkap dan melakukan penuntutan.

"Saya kira, bila poin tersebut direvisi, akan memberikan penguatan terhadap aparat pemberantasan terorisme dan di satu sisi UU ini juga memberikan perlindungan HAM kepada warga negaranya, termasuk yang diduga teroris. Harus proporsional," ujar Taufiqulhadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Ada Mayday, Mayday, Habis Itu Hilang Kontak...'

"Ada Mayday, Mayday, Habis Itu Hilang Kontak..."

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

Nasional
Anies Serius Pertimbangkan Maju Lagi di Pilkada DKI Jakarta 2024

Anies Serius Pertimbangkan Maju Lagi di Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Ditanya soal Bursa Menteri Kabinet Prabowo, Maruarar Sirait Ngaku Dipanggil Prabowo Hari Ini

Ditanya soal Bursa Menteri Kabinet Prabowo, Maruarar Sirait Ngaku Dipanggil Prabowo Hari Ini

Nasional
PDI-P Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Maruarar Sirait: Masalah Internal Harus Dihormati

PDI-P Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Maruarar Sirait: Masalah Internal Harus Dihormati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com