JAKARTA, KOMPAS.com - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif tidak mempersoalkan adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, jika hal itu dilakukan untuk memperbaiki kelemahan KPK.
Meski demikian, ia tidak terlalu sepakat dengan salah satu poin revisi yang diusulkan.
Revisi tersebut mengenai adanya kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"SP3 saya pikir bisa diberlakukan, tetapi catatan saya, jangan sampai SP3 disalahgunakan sebagai ada abuse of power (penyalahgunaan wewenang)," ujar Syarif seusai mengikuti fit and proper test di Ruang Rapat Komisi III DPR, Rabu (16/12/2015).
Menurut Syarif, pada awalnya KPK tidak diberi kewenangan SP3 juga karena khawatir disalahgunakan.
Apalagi, ada lembaga penegak hukum lain yang sering memanfaatkan SP3 sebagai gertakan dalam menyidik seseorang.
Meski demikian, di sisi lain SP3 bisa dibutuhkan KPK saat orang yang diproses secara hukum sudah tidak memungkinkan untuk dituntut, misalnya orang yang sakit dan meninggal dunia.
"Itu mengapa harus ada dua alat bukti di KPK, supaya hati-hati, menjaga agar tidak terjadi kezaliman," kata Syarif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.