Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Munas Jakarta Pecah, Yorrys Tak Sejalan Lagi dengan Agung Laksono

Kompas.com - 06/11/2015, 15:27 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sinyal rekonsiliasi yang sempat disuarakan pada acara silaturahmi nasional (silatas) bebeberapa waktu lalu tampaknya tak akan membuat Partai Golkar benar-benar bersatu. Salah satu kubu yakni Partai Golkar versi musyawarah nasional Jakarta pimpinan Agung Laksono bahkan di ambang perpecahan.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil musyawarah nasional Jakarta, Yorrys Raweyai mengaku, sudah tak sejalan dengan Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono. Perubahan sikap itu diakui sudah terjadi sejak dua kubu Partai Golkar mulai membangun islah temporer untuk menghadapi pilkada serentak.

"Pasca islah temporer soal pilkada itu, saat penetapan calon itu saya merasa sudah tidak sejalan lagi. Dan sikap itu sudah saya tegaskan di dalam rapat," kata Yorrys saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/11/2015).

Ia menjelaskan, semula kedua kubu Partai Golkar sepakat untuk membentuk tim sepuluh yang bertugas untuk menyiapkan calon kepala daerah yang akan diusung bersama saat pilkada.

Namun, dalam perjalanannya, Yorrys menduga, ada praktik transaksional yang dilakukan Agung terhadap calon kepala daerah.

"Jadi dalam proses pilkada itu ada semacam pemalsuan yang dilakukan. Semula ada 248 calon yang diputuskan untuk diusung, tapi saat tanda tangan di KPU 9 Agustus lalu, berubah semua," ujarnya.

Tak berhenti sampai di situ, ia menambahkan, Agung bahkan disebut membubarkan tim lima secara sepihak yang sebelumnya tergabung dalam tim sepuluh. Padahal, kata dia, tim lima itu dibentuk tak hanya sekedar untuk menyiapkan calon kepala daerah.

"Tim itu kan dibentuk untuk memenangkan pilkada 9 Desember mendatang. Dan berhasil atau tidaknya pencalonan di KPU karena ada kesepakatan bersama di dalam tim, lalu kenapa ini dianulir?" tegasnya.

Yorrys enggan membeberkan berapa nilai 'mahar' yang diminta untuk setiap calon agar dapat diusung bersama saat itu. Begitu pula, saat ditanya ada berapa banyak calon kepala daerah yang dimintai mahar tersebut.

Pemerasan di Internal Golkar

Sebelumnya, Bendahara Umum DPP Partai Golkar hasil Munas IX Bali, Bambang Soesatyo, mengungkapkan adanya dugaan pemerasan terhadap calon kepala daerah yang akan diusung oleh Partai Golkar.

Pemerasan itu, kata dia, dilakukan oleh salah satu kubu pengurus Partai Golkar.

Bambang menegaskan, dugaan pemerasan ini harus direspons oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena banyak calon kepala daerah dari Golkar terancam gagal didaftarkan lantaran tidak sanggup memenuhi "mahar" yang diminta oknum tersebut.

Sekretaris Fraksi Golkar di DPR RI itu menyatakan bahwa mahar yang diminta merupakan uang dalam jumlah besar sehingga menjadi sulit dipenuhi. (baca: Golkar Kubu Agung dan Aburizal Baru Sepakat 219 Calon Kepala Daerah)

"Banyak calon kepada daerah dari Partai Golkar yang tengah bersengketa terancam gagal didaftarkan. Mereka diduga tersandera oleh salah satu kubu yang menahan rekomendasi karena sang calon tidak sanggup memenuhi permintaan oknum Golkar tersebut dalam jumlah uang yang sangat besar," kata Bambang saat dihubungi, Selasa (28/7/2015).

Meski demikian, Bambang belum bersedia menyebut nama oknum Golkar yang dimaksudnya. Ia juga menolak memberikan informasi mengenai jumlah uang yang ditetapkan sebagai mahar pencalonan kepala daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Siap Kembalikan Uang, SYL: Tetapi Berapa? Masa Saya Tanggung Seluruhnya...

Nasional
Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Heru Budi: Rusunawa Marunda Bakal Dibangun Ulang, Minimal 2 Tower Selesai 2025

Nasional
Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Pusat Data Nasional Diretas, Pengamat Sebut Kemekominfo-BSSN Harus Dipimpin Orang Kompeten

Nasional
SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

SYL Mengaku Menteri Paling Miskin, Rumah Cuma BTN Saat Jadi Gubernur

Nasional
Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Uang dalam Rekening Terkait Judi Online Akan Masuk Kas Negara, Polri: Masih Dikoordinasikan

Nasional
Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Anak-anak Yusril Jadi Waketum, Bendahara, dan Ketua Bidang di PBB

Nasional
Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Satgas Judi Online Gelar Rapat Koordinasi Bareng Ormas Keagamaan

Nasional
MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

MUI Dorong Satgas Pemberantasan Judi Online Bekerja Optimal

Nasional
Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Saat SYL Singgung Jokowi Pernah Jadi Bawahannya di APPSI...

Nasional
MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

MUI Apresiasi Rencana Kemenag Edukasi Calon Pengantin Terkait Bahaya Judi Online

Nasional
Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Pengadilan Tipikor Bakal Adili Lagi Perkara Hakim MA Gazalba Saleh

Nasional
Kemenag Minta Penghulu Edukasi Bahaya Judi 'Online' ke Calon Pengantin

Kemenag Minta Penghulu Edukasi Bahaya Judi "Online" ke Calon Pengantin

Nasional
Garuda Indonesia 'Delay' 5 Jam Saat Pulangkan Jemaah Haji, Kemenag Protes

Garuda Indonesia "Delay" 5 Jam Saat Pulangkan Jemaah Haji, Kemenag Protes

Nasional
Sejarah dan Tema Hari Keluarga Nasional 2024

Sejarah dan Tema Hari Keluarga Nasional 2024

Nasional
Jemaah Haji Keluhkan Tenda Sempit, Timwas DPR Sebut Akan Bentuk Pansus Haji

Jemaah Haji Keluhkan Tenda Sempit, Timwas DPR Sebut Akan Bentuk Pansus Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com