Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SE "Hate Speech" Dikhawatirkan Bangun Rasa Takut Publik

Kompas.com - 05/11/2015, 09:23 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo khawatir, Surat Edaran Kapolri terkait Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech akan membangun rasa takut publik.

Terutama, ketika publik hendak menyampaikan kritik atas kinerja pemerintah.

"Sebab, SE Kapolri itu bisa saja dimaknai sebagai bentuk lain dari pendekatan keamanan untuk membungkam kebebasan masyarakat mengemukakan pendapatnya," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Kamis (5/11/2015).

Meski begitu, surat edaran itu masih dapat diterima sepanjang tidak digunakan sebagai alat politik untuk mengekang kebebasan berpendapat. (baca: Surat Edaran "Hate Speech" Dinilai Dapat Lumpuhkan Demokrasi)

Oleh karena itu, politisi Partai Golkar itu meminta, agar Polri membuat rumusan yang jelas dan tegas untuk membedakan makna kritik dan ujaran kebencian.

"Sangat penting bagi Polri untuk membuat rumusan yang jelas dan tegas dalam membedakan makna kritik dengan fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong," kata dia.

Di samping itu, ia juga meminta, agar Polri memberi jaminan bahwa surat edaran tersebut tidak akan menyasar siapapun yang mengkritik kinerja pemerintah.

Sosialisasi atas surat edaran itu juga perlu dilakukan secara intensif agar dipahami oleh seluruh elemen masyarakat.

"Publik juga butuh jaminan bahwa SE Kapolri itu tidak akan disalahgunakan sebagai alat politik penguasa dan keluarganya. Presiden, Wakil Presiden, para menteri dan pejabat tinggi lainnya tidak boleh menunggangi SE Kapolri itu untuk membungkam arus kritik dari masyarakat," kata Bambang.

Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti sebelumnya menganggap, perbedaan pendapat terkait surat edaran yang diterbitkannya sebagai sesuatu yang wajar. (Baca: Kapolri: Surat Edaran "Hate Speech" Justru Beri Kepastian Hukum)

Badrodin mengimbau masyarakat agar tidak khawatir dengan penerapan SE Kapolri Nomor SE/06/X/2015 itu. Sebab, surat tersebut justru akan memberikan kepastian proses hukum.

"Sekarang misalnya sampeyan mendapat suatu hujatan di media sosial, terus apa yang sampeyan lakukan? Ke mana akan mengadu? Apa akan diselesaikan sendiri? Atau dilaporkan ke polisi? Kan lebih bagus kalau dilaporkan ke polisi, kita bisa mediasi," ujarnya.

"Kita tetap menghargai dan melindungi hak asasi orang lain," ujarnya. (Baca: Kapolri: Pelaku "Hate Speech" Diproses Supaya Tidak Bisa Sewenang-wenang)

Seperti dikutip Kompas, dalam surat edaran yang ditandatangani Kapolri pada 8 Oktober 2015 tersebut, jejaring media sosial menjadi salah satu sarana yang dipantau terkait penyebaran ujaran kebencian ini. (Baca: Pasca-Edaran Polri Terkait Ujaran Kebencian, Warga Harus Ekstra Hati-hati di Media Sosial)

Sementara itu, aspek yang dianggap dapat menyulut kebencian juga tak terbatas pada suku, agama, ras, etnis, dan golongan. Aspek mengenai warna kulit, jender, kaum difabel, hingga orientasi seksual juga menjadi perhatian dalam surat edaran ini.

Dalam surat edaran disebutkan, ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP. (baca: Kapolri: SE "Hate Speech" Itu Bukan Regulasi, Kenapa Harus Dicabut?)

Bentuknya antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.

Tujuan ujaran kebencian adalah untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas. Aspeknya bisa meliputi suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, dan orientasi seks.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com