Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Diminta Tak Terbitkan Supres untuk Revisi UU KPK

Kompas.com - 11/10/2015, 15:41 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai upaya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) bukanlah upaya tunggal dalam pelemahan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Revisi UU KPK juga disebut tak terpisahkan dari peristiwa kriminalisasi terhadap dua komisioner KPK dan para pendukungnya, penerbitan Perppu pengangkatan pelaksana tugas pimpinan KPK dan rentetan kejadian-kejadian lainnya.

"Materi muatan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan UU KPK kental dengan nuansa pelemahan dan bahkan dapat berujung pada pembubaran KPK," tutur Peneliti PSHK Miko Ginting melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (11/10/2015).

Miko menambahkan, jika RUU tersebut disahkan maka KPK tidak lagi memiliki wewenang dalam mengangkat penyidik secara mandiri, melakukan penuntutan serta harus menyerahkan kasus yang ditangani kepada Kepolisian dan Kejaksaan apabila nilai kerugiannya di bawah Rp 50 miliar.

KPK juga harus dibubarkan dalam waktu 12 tahun ke depan jika RUU tersebut disahkan. Revisi UU KPK, menurut Miko, kembali menjadi momen pembuktian sikap Presiden Joko Widodo setelah sebelumnya tak menunjukkan sikap dan keberpihakan yang jelas saat beberapa kali terdapat upaya pelemahan terhadap KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Secara hukum, Presiden dapat menolak pelemahan terhadap KPK dan pemberantasan korupsi dengan tidak menerbitkan Surat Presiden (Surpres) untuk melakukan pembahasan revisi UU KPK," ujar Miko.

Pernyataan tersebut mengacu kepada Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Serta Pasal 49 dan Pasal 50 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan pembahasan suatu RUU dapat dilakukan ketika Presiden menerbitkan Surpres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com