Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diminta "Mahar" Politik, Sebastian Salang Batal Jadi Calon Bupati

Kompas.com - 28/07/2015, 16:18 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mimpi Sebastian Salang untuk menjadi bupati Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur, akhirnya kandas. Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia itu mundur dari pencalonan lantaran diwajibkan membayar uang "mahar" untuk memenuhi persyaratan pencalonan.

"Sejak awal, ada rasa pesimistis dari teman-teman, apakah orang yang getol soal pemberantasan korupsi, membangun politik yang beradab, serta menolak 'mahar' politik akan mendapat tempat di tengah politik yang selalu bersifat transaksional," ujar Sebastian dalam konferensi pers di Kantor Formappi, Jakarta, Selasa (28/7/2015).

Sebastian mengaku memilih ingin menjadi bupati karena memiliki intensitas yang cukup dekat dengan masyarakat di seluruh wilayah dibandingkan gubernur. Ia mengaku ingin mengangkat Kabupaten Manggarai dari stigma daerah tertinggal dan menjadikannya sebagai model serta inspirasi bagi daerah lain. (Baca: Kubu Aburizal: Banyak Calon Kepala Daerah Golkar Tersandera "Mahar" Politik)

Sebastian mengatakan, semestinya pilkada adalah pintu masuk bagi partai politik untuk menghasilkan pemimpin yang mampu membangun daerah ke taraf nasional. Ia menyesali jika proses demokrasi tersebut dirusak dengan adanya politik transaksional.

Menurut Sebastian, proses perekrutan sejak dilakukan uji kelayakan di internal partai sebenarnya berjalan dengan baik. Partai Golkar yang ingin mengusung dirinya sebagai calon bupati tidak meminta uang sedikit pun sebagai uang "mahar".

Namun, kebuntuan terjadi saat Sebastian membutuhkan satu kursi tambahan untuk dapat melakukan pendaftaran ke KPU daerah. Partai Golkar hanya memiliki empat kursi di parlemen, ditambah dua kursi dukungan dari PKB.

Padahal, untuk pencalonan kepala daerah, ia membutuhkan minimal tujuh kursi dukungan parlemen. (Baca: Di Demokrat, Daftar Jadi Calon Kepala Daerah Bayar Rp 10 Juta)

"Saya lakukan komunikasi dan lobi-lobi dengan partai lain. Tiba-tiba, ada partai yang minta imbalan dengan sangat fantastis. Ini baru uang 'perahu', belum untuk memenangkan pemilihan. Berikutnya pasti banyak yang tergoda untuk membayar pemilih," kata Sebastian.

Sebastian tidak menyebut siapa dan berapa angka yang ditawarkan oleh partai lain tersebut. Namun, pada akhirnya, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pencalonan sebagai kepala daerah.

Melalui pengalamannya tersebut, Sebastian mendorong agar calon-calon kepala daerah yang memiliki rekam jejak bersih serta berkomitmen untuk membangun daerah untuk tidak berkompromi terhadap politik transaksional. (Baca: Zulkifli: Tidak Boleh Ada "Mahar" Politik dalam PAN Saat Pilkada)

Hal serupa juga dialami seorang calon bupati Simalungun, Sumatera Utara, Kabel Saragih. Ia memilih mundur dari pencalonan bupati karena diminta untuk membayar uang "mahar" sebesar Rp 500 juta untuk satu kursi dukungan. Padahal, saat dicalonkan, ia hanya membutuhkan satu kursi tambahan.

"Malam itu ditawarkan, malam itu juga saya tolak. Saya ini dikenal sebagai pensiunan Kementerian Sosial tanpa cela," kata Kabel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

BPK Periksa SYL soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 M

Nasional
UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com