Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Hukum yang Bisa Digunakan KPK untuk Ambil Alih Kasus Budi Gunawan

Kompas.com - 09/04/2015, 19:30 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi punya alasan hukum yang bisa digunakan untuk mengambil alih kembali kasus dugaan korupsi yang menjerat Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Erasmus mengatakan, kewenangan KPK untuk melakukan supervisi diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 9 tersebut, dijelaskan mengenai pengambilalihan penyidikan perkara oleh KPK dari Kejaksaan mau pun Kepolisian.

"Alasannya bisa karena korupsi, atau karena adanya konflik kepentingan," ujar Erasmus saat ditemui, Kamis (9/4/2015), di Jakarta.

Dalam Pasal 9 huruf d UU KPK disebutkan bahwa KPK berhak mengambil alih penyidikan, apabila penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi. Selain itu, dalam Pasal 9 huruf e, KPK berhak apabila terjadi hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur  tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif.

Selanjutnya, dalam Pasal 9 huruf f, KPK berhak mengambil alih, jika terjadi hambatan dari keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Erasmus, bunyi ayat-ayat dalam pasal tersebut bisa berpotensi terjadi dengan adanya konflik kepentingan apabila penanganan kasus Budi Gunawan diserahkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

"Bayangkan kalau perkara Budi Gunawan diselidiki oleh mantan anak buahnya. Tidak mungkin kasus itu akan dilanjutkan," kata Erasmus.

Erasmus mengatakan, supervisi KPK dengan menggunakan alasan pada Pasal 9 UU KPK tersebut juga tidak akan berlawanan pada putusan praperadilan. Menurut dia, bunyi Pasal 11 UU KPK yang digunakan hakim Pengadilan Negeri untuk membatasi kewenangan KPK, tidak bisa melampaui aturan dalam pasal sebelumnya.

Dalam salah satu putusan praperadilan beberapa waktu lalu, hakim menyatakan bahwa KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan terhadap Budi Gunawan. Hakim beralasan bahwa Budi bukan sebagai penyelenggara negara, dan dugaan nilai kerugian negara yang ditimbulkan tidak melebihi Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Nasional
Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Nasional
LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com