"Setiap hari dilakukan. Jadi Presiden punya cara untuk mengamati implementasi target-target yang diberikan. Misal kalau ratas (rapat terbatas) seperti ini ada ratas perkebunan, itu selalu disampaikan apa arahan Presiden tentang ini di ratas sbelumnya. Dari situ Presiden bisa evaluasi atau memberi penekanan khusus yang harus dilakukan," ujar Andi, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (8/4/2015).
Andi mengungkapkan, Presiden sempat mengevaluasi performa menteri berdasarkan pemberitaan. Namun, metode itu diubah dengan menitikberatkan pada data-data yang lebih konkret. Data-data konkret itu, sebut dia, misalnya, terkait target rencana kerja pemerintah dan daya serap anggaran di kementerian yang dilaporkan oleh Kementerian Keuangan.
"Mana kementerian yang daya serapnya sesuai dengan projectory penggunaan anggaran, mana yang masih di bawah. Karena masih ada sebagian kementerian yang restrukturasi kelembagaannya sedang berlangsung, jadi kalau serapan anggarannya masih rendah masih bisa dipahami," ujar Andi.
Senada dengan Andi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, setiap hari Presiden memberikan ulasan terhadap kinerja masing-masing menteri. Presiden, menurut Pratikno, tak hanya memberikan arahan baku tetapi juga rinci terkait implementasi kebijakan di lapangan.
"Jadi evaluasi berjalan terus. Karena apa? Karena Presiden tidak mau kalau ada kesalahan itu terlambat mengantisipasinya," kata Pratikno.
Saat ditanya apakah evaluasi ini akan berujung pada reshuffle kabinet, Pratikno membantahnya.
"Wah itu reshuffle atau tidak, tidak ada diskusinya," kata dia.
Desakan agar Presiden Joko Widodo melakukan perombakan kabinet mulai mencuat. Salah satunya dilontarkan Kelompok Diskusi Kajian Opini Publik Indonesia (kedaiKOPI) yang menyebutkan bahwa dari survei yang mereka lakukan, sebesar 96,5 persen masyarakat ingin Kabinet Kerja segera dirombak.
"Masyarakat tampaknya ingin Presiden Jokowi segera merombak Kabinet Kerja-nya," kata pengamat komunikasi dan politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, Selasa (7/4/2015), seperti dikutip Antara.
Menurut dia, ada sejumlah alasan yang mendesak agar Presiden melakukan perombakan kabinet. Alasan itu, di antaranya, kekecewaan pendukung, kegaduhan politik, harga bahan pokok yang melambung, bagi-bagi kursi BUMN, pelemahan rupiah, hingga program Nawa Cita yang pelaksanaannya dianggap kurang maksimal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.