Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi dan Parpol Koalisi yang Merongrong

Kompas.com - 24/01/2015, 15:07 WIB
Sabrina Asril

Penulis


KOMPAS.com
– Hambar dan datar. Itulah pendapat banyak kalangan akan pernyataan Presiden Joko Widodo dalam menangani perseteruan dua institusi yang kini saling menyandera yakni Kepolisian RI dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Aktivis Migrant Care Anis Hidayah yang turut mendukung KPK setelah penetapan status tersangka terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto bahkan menyindir presiden tidak lebih tegas dari pidato Ketua RT. "Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang ketua rukun tetangga (RT). Kita butuh seorang presiden, bukan petugas partai," ujar Anis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/1/2015).

Anis merujuk pernyataan presiden yang meminta agar KPK dan Polri tetap  melakukan proses hukum secara obyektif. Perseteruan KPK dan Polri ini sebenarnya sudah mulai terasa saat KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka karena diduga memiliki rekening yang mencurigakan.

Perseteruan itu pula yang telah membuat Polri terbelah hingga isu pengkhianat pun menyeruak di tubuh korps Bhayangkara. Meski kondisi Polri sangat memprihatinkan, Presiden Jokowi tak juga bersikap.

Presiden juga tak bergerak menarik nama Komjen Budi Gunawan yang sudah terlanjur diajukan sebagai calon tunggal Kapolri di Dewan Perwakilan Rakyat. KPK bahkan mengeluarkan pernyataan yang cukup keras terhadap presiden dengan menyatakan nama Budi Gunawan sudah mendapat stabilo merah saat seleksi calon menteri.

Presiden pun akhirnya baru memberikan keputusan pada 16 Januari atau tiga hari setelah Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka. Setelah melakukan serangkaian pertemuan tertutup dengan KPK, perwakilan partai, hingga jenderal-jenderal polisi, Presiden Jokowi memutuskan memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri.

Di sisin lain, presiden juga menunda melantik Budi Gunawan hingga perkara kasusnya selesai. Sebagai gantinya, presiden menunjuk Wakapolri Komjen Badrodin Haiti untuk melaksanakan tugas dan wewenang Kapolri.

Parpol koalisi kecewa
Semenjak itu, tekanan terhadap Presiden Joko Widodo yang diperkirakan akan berasal dari partai oposisi justru datang dari partai pendukung pemerintah. Keputusan Jokowi yang tidak jadi melantik Budi Gunawan yang merupakan orang dekat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri itu ternyata membuat partai banteng beserta rekan koalisinya, Partai Nasdem gerah.

PDI-P bahkan langsung menyatakan kekecewaannya. Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan meminta presiden untuk menghormati proses seleksi yang dilakukan DPR terhadap Budi. Sehingga, presiden perlu melantik terlebih dulu dan menon-aktifkan sementara.

"Sebenarnya sederhana, Presiden Jokowi jangan buat ngambang dengan kata-kata ditunda. Pastikan dong, (Budi) dilantik atau enggak," kata Trimedya, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/1/2015).

Pernyataan keras juga terlontar dari Partai Nasdem yang mulai menyerang KPK. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh secara terang-terangan menunjuk adanya kejanggalan yang dilakukan KPK dalam penetapan status Budi Gunawan.

"Kalau Budi Gunawan tidak jadi tersangka, seakan dunia akan tiba-tiba runtuh. Pepatah orang Sumatera timur katakan, tidak ada kelambu kok goyang-goyang," ujar Surya, Rabu (21/1/2015).

Surya juga tidak peduli apabila kritiknya itu akan berdampak negatif bagi persepsi masyarakat. "Ada yang katakan kita jadi pro-korupsi, go to hell dengan itu! Nasdem tetap ingin konsisten untuk berantas korupsi," kata dia.

Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso mengakui dari semua parpol koalisi yang ada, mereka meminta agar Budi Gunawan tetap dilantik. Hanya PKPI, sebut Sutiyoso, yang meminta Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan.

Entah apa motif parpol koalisi itu membela Budi Gunawan habis-habisan dan melawan KPK. Namun, yang pasti bola panas semakin liar dimainkan PDI-P di saat Presiden Jokowi dalam keheningannya di balik kemegahan istana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com