Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abraham Setuju Koruptor Dihukum Mati

Kompas.com - 15/05/2014, 22:45 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad setuju jika pelaku tindak pidana korupsi dihukum mati. Menurutnya, hukuman mati untuk pelaku tindak pidana korupsi sudah diterapkan di sejumlah negara.

"Tapi undang-undang korupsi kita memberikan aturan yang ketat untuk hukuman mati, padahal di beberapa negara sudah dipraktikkan hukuman mati," kata Abraham di Jakarta, Rabu (15/5/2014).

Menurut Abraham, ada dua faktor yang menyebabkan orang melakukan korupsi, yakni keserakahan dan ketidakmampuan negara untuk memberikan jaminan kesejahteraan kepada setiap warga negara. Dia lantas mencontohkan korupsi yang didorong rasa keserakahan. Menurut Abraham, penyakit korupsi jenis ini biasa menjangkit kalangan pejabat atau penyelenggara negara.

"Kepala daerah, walau pun gajinya tidak sebesar gubernur BI tetapi fasilitasnya sudah luar biasa. Bupati mulai dari transportasi, tiap bulan bisa ganti gorden di rumahnya, itu diberikan negara. Tapi yang terjadi, hampir sebagian besar pelaku korupsi yang ditangkap adalah penyelenggara negara, perilaku ketamakan ada di dalam benak diri kita," paparnya.

Contoh selanjutnya, tindak pidana korupsi yang terjadi karena kurangnya pendapatan seseorang. Abraham mencontohkan oknum pegawai kelurahan yang mengambil keuntungan dari mengurus kartu tanda penduduk, atau polisi pangkat rendah yang melakukan pungli terhadap pelanggar lalu lintas.

"Polisi lalu lintas, sersan, gaji Rp 3 juta, dua orang anak, butuh pendidikan, coba Anda hitung, cukup enggak gaji Rp 3 juta hidupi? hampir dipastikan tidak. Begitu pula pegawai negeri golongan rendah yang berada di kantor kelurahan. Kalau dia posisi yang urus KTP, punya anak dua, kita bisa pastikan gaji Rp 3-2 juta tidak mampu biayai hidup, kalau orang-orang ini lakukan penyimpangan, korupsi kecil-kecilan, pungli, KTP dinaikan, lalu litntas dijalan, disuap Rp 10.000-20.000 itu untuk apa, untuk memenuhi kebtuhan pokoknya," kata Abraham.

Karena memahami faktor-faktor korupsi ini, lanjutnya, KPK mengubah cara pemberantasan korupsi. Dari cara kovensional yang hanya melakukan penindakan represif, KPK mulai mengintegrasikan langkah penindakan dengan pencegahan tindak pidana korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

RS Polri Buka Posko untuk Identifikasi Jenazah Korban Pesawat Jatuh di BSD

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com