Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/04/2014, 15:13 WIB


KOMPAS.com - SABTU tanggal 16 Februari 2013 lalu di sebuah hotel di Jakarta, ekonom senior JB Sumarlin merayakan ulang tahunnya yang ke-80 dengan meluncurkan buku biografinya berjudul JB Sumarlin, Cabe Rawit yang Lahir di Sawah dan JB Sumarlin di antara Sahabat.

Acara ini menjadi bahan pembicaraan hangat antara wartawan dan salah satu pekerja untuk kantor Wakil Presiden Boediono, Kurie Suditomo, di Den Haag, Negeri Belanda, tanggal 17 Maret 2014. Kurie sangat antusias membahas acara Sumarlin itu karena Wapres Boediono memberikan sambutan.

Dalam sambutannya, Wapres Boediono yang akrab dipanggil Pak Boed mengatakan merasa bahagia diperkenankan memberikan sambutan karena dia adalah mantan anak buah Sumarlin. ”Kalau flashback, kembali ke belakang, mungkin panjang, tetapi saya mengambil satu event saja,”
ujar Pak Boed.

”Pada tahun 1983, saya menulis di Kompas mengenai devaluasi. Waktu itu saya seorang dosen di universitas pedalaman sana, di Yogyakarta. Tanpa saya sadari ternyata artikel yang sangat pendek itu dibaca seorang menteri,” lanjut Wapres.

Sang menteri itu, kata Pak Boed, adalah juga Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Profesor JB Sumarlin.

”Di situlah titik balik perjalanan karier saya. Semula saya memang ingin menjadi dosen di Universitas Gadjah Mada. Tetapi, dengan terjadinya peristiwa Bapak Menteri JB Sumarlin membaca artikel saya, semuanya berubah,” ujar Pak Boed sambil senyum-senyum.

Boediono, sang dosen UGM itu, kemudian direkrut Sumarlin melalui Adrianus Mooy. ”Pak Mooy, juga mantan bos saya, mempunyai koneksi dengan UGM. Jadi tampaknya mulus sekali saya ditarik ke Bappenas dan itulah awal keterlibatan saya di pemerintahan sampai saat ini,” ujar Pak Boed.

Kantor Bappenas yang terletak di dekat tempat tinggal resmi wakil presiden di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, bagi Pak Boed adalah tempat penggemblengan baginya. Di situ Pak Boed harus bekerja keras. Budaya kerja keras diperoleh Pak Boed dari tempat itu. Pak Boed masuk ke Bappenas berawal dari tingkat eselon dua di bawah langsung Adrianus Mooy. ”Itu benar-benar memberikan pengalaman yang luar biasa,” kata Pak Boed.

Ketika bekerja di Bappenas, Pak Boed hampir tiap hari harus pulang sampai pukul 12 tengah malam sehingga sering diprotes sang istri. Untuk itu Pak Boed harus mengeluarkan energi memberikan penjelasan dan pengertian kepada Ny Herawati Boediono.

Catatan Sumarlin

Dalam acara itu Sumarlin memberikan catatan kehidupan bernegara dan pembangunan nasional selama 14 tahun terakhir, sejak dimulainya masa Reformasi tahun 1998. ”Saat ini justru semakin jauh dari nilai dan arah dasar Pancasila. Pancasila seperti tidak lagi menjiwai kehidupan bangsa di berbagai bidang, baik bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya,” ujar Sumarlin ketika itu.

Bagi Sumarlin, setelah tahun 1998, Pancasila tidak lagi jadi acuan di berbagai kehidupan. Menurut dia, ini akibat GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) tidak ada.

Tetapi, mengapa ada GBHN dan ada peristiwa kelam bulan Mei 1998. GBHN jangan dilaksanakan dengan gaya diktator, korup, kolusi, dan nepotisme. Itu membahayakan Pancasila. (J Osdar)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com