Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/11/2013, 10:45 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Praktik penyadapan bukanlah isu baru bagi Pemerintah Indonesia. Praktik tersebut sudah berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka. Pada 2004, Kedutaan Besar Indonesia di Myanmar juga pernah disadap.

Demikian disampaikan pengamat hubungan internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ganewati Wulandari dalam diskusi bertajuk Sadap Bikin Tak Sedap di Jakarta, Sabtu (9/11/2013).

"Jadi, kalau bicara masalah penyadapan yang sekarang jadi isu ini, ini bukan isu yang baru karena praktik-praktik penyadapan itu umurnya sudah setua manusia. Pada Perang Dunia pertama, ke-2, kita juga melihat praktik-praktik itu sudah terjadi dan itu lazim. Bahkan, pada Perang Dunia ke-2, lima negara secara resmi mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian pertukaran intelijen," katanya.

Ganewati mengatakan, sebenarnya praktik penyadapan antara negara ini dilarang jika mengacu pada perjanjian Vienna mengenai hubungan diplomatik. Namun, menurut Ganewati, pada kenyataannya, sulit bagi setiap negara untuk tidak melakukan penyadapan.

"Duta besar di mana pun, ada intelijennya di sana, tapi persoalannya bagaimana mengatur apa saja yang disadap," ucapnya.

Dia juga mengatakan, praktik penyadapan ini bisa menimbulkan dampak yang masif. Dalam konteks hubungan internasional, katanya, praktik penyadapan terhadap negara lain dapat mengguncang hubungan antarnegara.

"Karena suatu negara melakukan hubungan dengan negara lain kan bicara persoalan trust (kepercayaan)," katanya.

Pengamat Intelijen dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Rizal Darmaputra mengatakan, hampir semua kedutaan melakukan praktik intelijen. Ada staf kedutaan yang terang-terangan mengakui dirinya melakukan tugas intelijen. Namun, juga ada yang melakukannya dengan sembunyi-sembunyi.

Hal yang terpenting, lanjutnya, adalah bagaimana Indonesia dapat mengendus agen intelijen yang tidak di bawah payung diplomatis tersebut.

"Sejauh mana kita bisa mengendus yang tidak berlindung di bawah payung diplomatis. Memahami informasi yang dicari seperti apa, itu yang harus kita pahami," ucapnya.

Penting bagi pemerintah untuk merespons isu penyadapan ini dengan langkah bijak, yakni dengan mengevaluasi lembaga intelijen dan memperkuat posisi Lembaga Sandi Negara.

"Tapi, pembagian tugas antara lembaga harus juga diperkuat, jangan sampai lembaga lain merasa kewenangannya diambil. Jadi, harus ada penguatan Lembaga Sandi Negara dan diperjelas tugas masing-masing," tuturnya.

Belakangan ini, Indonesia dikejutkan dengan isu penyadapan yang dilakukan badan intelijen Amerika Serikat dan Australia. Laporan terbaru yang diturunkan laman harian Sydney Morning Herald menyebutkan, kantor Kedutaan Besar Australia di Jakarta turut menjadi lokasi penyadapan sinyal elektronik.

Menanggapi ini, Pemerintah Indonesia telah meminta konfirmasi kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Australia mengenai penyadapan yang diduga telah dilakukan kedua negara tersebut. Hasilnya, baik AS maupun Australia tidak membenarkan, juga tidak menyangkal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Anies dan Ganjar Diminta Tiru Prabowo, Hadiri Pelantikan Presiden meski Kalah di Pilpres

Nasional
Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Digelar Hari Ini, Puan Jelaskan Urgensi Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

ICW Catat 731 Kasus Korupsi pada 2023, Jumlahnya Meningkat Siginifikan

Nasional
Anies Serius Pertimbangkan Maju Lagi di Pilkada DKI Jakarta 2024

Anies Serius Pertimbangkan Maju Lagi di Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Ditanya soal Bursa Menteri Kabinet Prabowo, Maruarar Sirait Ngaku Dipanggil Prabowo Hari Ini

Ditanya soal Bursa Menteri Kabinet Prabowo, Maruarar Sirait Ngaku Dipanggil Prabowo Hari Ini

Nasional
PDI-P Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Maruarar Sirait: Masalah Internal Harus Dihormati

PDI-P Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Maruarar Sirait: Masalah Internal Harus Dihormati

Nasional
Maruarar Sirait Dukung Jokowi Jadi Penasihat di Pemerintahan Prabowo

Maruarar Sirait Dukung Jokowi Jadi Penasihat di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com