Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPSK Belum Lindungi Saksi dan Keluarga Korban Kasus Pembunuhan "Vina Cirebon"

Kompas.com - 18/06/2024, 14:30 WIB
Tria Sutrisna,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum menyetujui permohonan perlindungan saksi dan keluarga korban kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon.

Ketua LPSK Brigjen (Purn) Achmadi menjelaskan, LPSK sampai saat ini masih dalam pendalaman berkas serta keterangan dari para pemohon.

“Masih dalam proses penelaahan intens, dan perlu pendalaman serta koordinasi dengan pihak terkait,” ujar Achmadi saat dihubungi, Selasa (18/6/2024).

Menurut Achmadi, LPSK masih memiliki waktu yang cukup untuk mendalami setiap keterangan pihak saksi dan keluarga korban.

Di samping itu, LPSK juga terus berkoordinasi dengan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) dari kepolisian dalam memproses permohonan yang diajukan.

Baca juga: Menkumham Minta Polri Segera Tuntaskan Kasus Vina Cirebon

“Yang jelas intinya itu. Kemarin kami juga ketemu tim Irwasum dan kami akan dalami lagi. Analisis dokumen juga penting,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan, ada 10 permohonan perlindungan dari pihak-pihak terkait dalam kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eki di Cirebon, Jawa Barat.

Achmadi menyampaikan bahwa para pemohon itu terdiri 7 anggota keluarga Vina dan Eki, sedangkan 3 orang lainnya berstatus saksi-saksi yang mengetahui peristiwa pada 2016.

“Hingga tanggal 10 Juni 2024, LPSK telah menerima permohonan perlindungan dari 10 orang yang berstatus hukum sebagai saksi dan keluarga korban,” ujar Achmadi dalam konferensi pers, Selasa (11/6/2024).

LPSK sedang menelaah permohonan yang dilakukan dan melakukan asesmen terhadap para pemohon. Hal ini untuk memastikan apakah para pemohon layak mendapatkan perlindungan hukum selama pengembangan kasus pembunuhan itu berjalan atau tidak.

Baca juga: Soal Kasus Vina Cirebon, Mahfud: Menurut Saya Memang Ada Permainan

“Mempertimbangan sejumlah tantangan tersebut, LPSK perlu berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait permohonan dalam kasus ini,” kata Achmadi.

Vina dan Eki tewas karena kebrutalan geng motor di Cirebon delapan tahun silam. Saat itu, Vina masih berusia 16 tahun.

Peristiwa maut itu terjadi di Jalan Raya Talun, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, pada 27 Agustus 2016.

Selepas membunuh korban, geng motor tersebut merekayasa kematian korban seolah-olah Vina dan pacarnya tewas karena kecelakaan.

Saat itu, polisi menyatakan 11 orang terlibat dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki. Tetapi, tiga di antaranya masih buron.

Dari delapan orang yang sudah divonis, tujuh di antaranya berusia dewasa. Mereka divonis hukuman seumur hidup karena melakukan pembunuhan berencana.

Baca juga: Kala Hotman Paris Ungkap Peran 2 DPO yang Disebut Fiktif dan Dihapus dari Kasus Vina Cirebon

Adapun satu pelaku lainnya divonis delapan tahun penjara karena masih di bawah umur dan masuk dalam perlindungan anak.

Delapan orang terdakwa pemerkosa dan pembunuh Vina telah divonis Pengadilan Negeri Cianjur pada Mei 2017.

Pada 21 Mei 2024, salah satu buron kasus pembunuhan Vina dan Eki berhasil ditangkap yakni Pegi Setiawan alias Egi alias Perong.

Pegi yang diduga sebagai otak pembunuhan Vina ini ditangkap di wilayah Bandung, Jawa Barat setelah delapan tahun menjadi buron.

Sementara itu, Polisi menyatakan bahwa dua DPO lainnya fiktif berdasarkan keterangan baru yang didapatkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengendara Mootor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Mootor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Nasional
Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Nasional
Safenet: Kalau 'Gentleman', Budi Arie Harusnya Mundur

Safenet: Kalau "Gentleman", Budi Arie Harusnya Mundur

Nasional
Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Nasional
Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Nasional
Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Nasional
Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Nasional
Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Nasional
Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Sepekan Pemulangan Jemaah Haji, Lebih 50 Persen Penerbangan Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

PAN Resmi Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Sesalkan Tak Ada Pihak Bertanggung Jawab Penuh atas Peretasan PDN, Anggota DPR: Ini Soal Mental Penjabat Kita...

Nasional
Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada 'Back Up', Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Data Kementerian Harus Masuk PDN tapi Tak Ada "Back Up", Komisi I DPR: Konyol Luar Biasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com