JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Hal itu termaktub dalam draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024, tepatnya di Pasal 8A ayat (1) huruf q.
Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai sengketa jurnalistik yang dimaksud dalam bagian penjelasan RUU tersebut.
Hanya saja, pada Bab IIIB tentang Penyelenggaraan Platform Digital Penyiaran tertulis mengenai sengketa pada bagian keenam, yakni di Pasal 34 I.
Dalam ayat (1) pasal tersebut tertulis bahwa KPI bisa melakukan mediasi terkait sengketa yang terjadi atas penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran.
Kemudian, ayat (2) menyebutkan bahwa jika mediasi gagal, maka penyelesaian bisa dilakukan melalui pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Penayangan Ekslusif Jurnalistik Investigasi Dilarang dalam Draf RUU Penyiaran
Selain mengawasi isi siaran dan konten siaran KPI dalam Pasal 8 memang disebutkan memiliki tujuh tugas lainnya. Dua diantaranya adalah menerima, meneliti, dan/atau menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan/atau apresiasi dari berbagai pihak terhadap penyelenggaraan penyiaran. Lalu, mewadahi dan menindaklanjuti sengketa isi siaran dan konten siaran.
Selanjutnya, disebutkan dalam draf RUU tersebut bahwa KPI bisa melakukan pemeriksaan pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS) yang dilakukan lembaga penyiaran dan/atau penyelenggara platform digital penyiaran berdasarkan temuan dari pengawasan KPI dan pengaduan masyarakat.
Saat melakukan pemeriksaan tersebut, KPI dapat membentuk panel ahli yang bersifat independen, sementara, kolektif, dan kolegial sebagaimana termaktub dalam Pasal 51B.
Kemudian, hasil dari panel ahli tersebut harus dijadikan rujukan untuk memberikan keputusan dan sanksi.
Pada Pasal 51E disebutkan apabila terjadi sengketa akibat keputusan KPI, maka bisa diselesaikan melalui pengadilan.
Baca juga: AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers
Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolak draft Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran 2023 karena dinilai mengancam kebebasan pers.
Pengurus Nasional AJI, Bayu Wardhana mengatakan, draft RUU Penyiaran itu memuat pasal yang membolehkan KPI menangani sengketa produk jurnalistik di bidang penyiaran.
Padahal, menurut dia, selama ini KPI berkoordinasi dengan Dewan Pers dalam menyelesaikan sengketa produk jurnalistik bidang penyiaran.
“Nah RUU ini akan memotong itu, jadi semua KPI, Dewan Pers tidak dilibatkan. Itu yang terjadi," kata Bayu dalam media briefing yang digelar secara hybrid pada 24 April 2024.
Bayu mengatakan, seharusnya penanganan sengketa produk jurnalistik tetap ditangani oleh Dewan Pers.
Oleh karena itu, dia menilai, nantinya bisa terjadi dualisme jika Dewan Pers dan KPI sama-sama mendapatkan aduan terkait sengketa jurnalistik yang sama.
Baca juga: Revisi UU Penyiaran Digodok, Platform Digital Akan Diawasi KPI
Berikut isi Pasal 8A ayat (1) dalam draf RUU Penyiaran versi Maret 2024: KPI dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), berwenang:
Kemudian, berikut isi Pasal 34I: (1) Sengketa yang terjadi atas Penyelenggara Platform
Digital Penyiaran dan/atau platform teknologi
Penyiaran diselesaikan dengan mediasi; (2) Jika tidak tercapai suatu kesepakatan pada mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dapat dilanjutkan ke pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Revisi UU Penyiaran, KPI Bisa Awasi Konten Netflix dan Layanan Sejenis
Selanjutnya, berikut Pasal 51: KPI melaksanakan pemeriksaan pelanggaran P3 dan SIS
yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran dan/atau Penyelenggara Platform Digital Penyiaran berdasarkan:
Lalu, bunyi Pasal 51A: (1) Pemeriksaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dilakukan melalui proses yang transparan dan bertanggung jawab. (2) KPI melakukan verifikasi setiap aduan kepada pengadu terkait materi Isi Siaran dan Konten Siaran. (3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil pemantauan dan analisis Isi Siaran dan Konten Siaran. (4) Pemeriksaan dilakukan dengan memanggil Lembaga Penyiaran dan/atau Penyelenggara Platform Digital Penyiaran yang melakukan pelanggaran dan/atau pengisi Siaran yang bermasalah.
Pasal 51B berbunyi: (1) Dalam melakukan pemeriksaan pelanggaran P3 dan SIS, KPI dapat membentuk panel ahli. (2) Panel ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen, sementara, kolektif, dan kolegial. (3) Panel ahli terdiri dari akademisi dan masyarakat yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang yang dibutuhkan. (4) Panel ahli bertugas untuk memeriksa, meneliti, dan menangani pelanggaran P3 dan SIS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Hasil pemeriksaan panel ahli berupa rekomendasi disampaikan kepada KPI untuk pengambilan keputusan. (6) Sumber pembiayaan panel ahli berasal dari anggaran KPI.
Kemudian, Pasal 51C berbunyi: (1) Keputusan KPI terhadap pelanggaran SIS sebagaimana dimaksud Pasal 50B ayat (2), harus merujuk pada rekomendasi panel ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51B ayat (5). (2) Keputusan KPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui rapat pleno.
Terakhir, Pasal 51E berbunyi: Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Baca juga: Penayangan Ekslusif Jurnalistik Investigasi Dilarang dalam Draf RUU Penyiaran
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.