JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) belum menjadwalkan sidang terhadap aduan soal dugaan perbuatan asusila oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terhadap anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang bertugas di Eropa.
Ketua DKPP Heddy Lugito berujar, kasus itu masih diverifikasi oleh DKPP, tahapan yang memang perlu ditempuh sebelum suatu aduan diregistrasi menjadi perkara yang dibawa ke meja hijau.
"Sekarang masih dilakukan verifikasi administrasi dan materi. Belum dijadwalkan sidang.Semuanya masih berproses," sebut dia kepada wartawan, Selasa (23/4/2024).
Baca juga: Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN
Heddy menambahkan, bukan hanya kasus Hasyim, sejumlah aduan pelanggaran kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu belum dijadwalkan sidang.
Penyebabnya, DKPP menerima amat banyak aduan berkaitan dengan pelanggaran kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu pada waktu sekitar helatan Pemilu 2024.
"Selama empat bulan terakhir pengaduan yang masuk ke DKPP jumlah mencapai 200 perkara," ucap Heddy.
"Baru 91 perkara yang dijadwalkan sidang," imbuhnya.
Dalam aduan terhadap Hasyim, komisioner KPU RI 2 periode itu disebut menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila.
"Cerita pertama kali ketemu itu di Agustus 2023, itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024," kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu, Maria Dianita Prosperiani, setelah pengaduan ke DKPP.
Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban melakukan kunjungan dinas ke dalam negeri.
Kuasa hukum lainnya, Aristo Pangaribuan, menyebut bahwa dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim "secara terus-menerus" untuk menjangkau korban.
"Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya," kata Aristo.
Namun, menurutnya, tidak ada intimidasi maupun ancaman dalam dugaan pemanfaatan relasi kuasa yang disebut dilakukan oleh Hasyim.
Pengacara juga enggan menjawab secara tegas apakah "perbuatan asusila" yang dimaksud juga mencakup pelecehan seksual atau tidak.
Korban disebut butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian membuat aduan semacam ini. Pengacara membantah korban memiliki motif politik di balik aduan ini.
Ia juga mengeklaim telah menyediakan banyak barang bukti terkait tindakan Hasyim, termasuk bukti bahwa korban telah meminta agar dirinya tak diganggu.
Pengacara menilai, tindakan Hasyim terhadap kliennya tak jauh berbeda dengan tindakan Hasyim kepada Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni alias "Wanita Emas" yang juga membuatnya disanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.
Baca juga: Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN
Berdasarkan hal itu, DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
"Tapi kalau pada Hasnaeni dia itu adalah ketua umum partai punya kepentingan, ini klien kami seorang perempuan petugas PPLN dia tidak punya kepentingan apa pun," ujar Aristo.
"Dia merasa menjadi korban dari hubungan relasi kuasanya. Karena ini kan bosnya Ketua KPU," tambahnya.
Sebelumnya, usai kasus Hasnaeni, Hasyim juga beberapa kali disanksi peringatan keras terakhir.
DKPP beralasan, mereka tidak menambah level sanksi menjadi pemberhentian sebab tipologi kasus pelanggaran etik yang membuatnya dijatuhi peringatan keras merupakan kasus yang berlainan satu sama lain, sehingga tidak berlaku sifat akumulatif.
Baca juga: Komnas Perempuan Dorong Dugaan Asusila Ketua KPU Dibawa ke Pidana
Pengacara berharap, nantinya DKPP akan menjatuhkan sanksi pemberhentian untuk Hasyim, karena merasa Hasyim telah melakukan perbuatan sejenis sebelumnya.
"Tipologi perbuatannya adalah sama, sama dengan Hasnaeni. Artinya kalau begitu sudah tidak ada lagi sanksi peringatan keras terakhir, (adanya) sanksi yang terberat, yaitu diberhentikan," ucap Aristo.
Sementara itu, Hasyim masih irit bicara ketika dikonfirmasi mengenai hal ini.
"Nanti saja saya tanggapi pada waktu yang tepat. Mohon maaf," sebut Hasyim kepada Kompas.com, Kamis sore.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.