JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) diminta memecat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari karena dianggap melakukan pelanggaran etika berulang berkaitan dengan hubungan romantis.
Hasyim disebut menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila dengan salah satu anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang bertugas di Eropa.
Pengacara menilai, tindakan Hasyim terhadap kliennya tak jauh berbeda dengan tindakan Hasyim dengan Ketua Umum Partai Republik Satu Hasnaeni alias "Wanita Emas" yang juga membuatnya disanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP.
Baca juga: Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN
"Tapi kalau pada Hasnaeni dia itu adalah ketua umum partai punya kepentingan, ini klien kami seorang perempuan petugas PPLN dia tidak punya kepentingan apa pun. Dia merasa menjadi korban dari hubungan relasi kuasanya. Karena ini kan bosnya Ketua KPU," jelas kuasa hukum korban, Aristo Pangaribuan, usai membuat pengaduan ke DKPP, Kamis (18/4/2024).
"Tipologi perbuatannya adalah sama, sama dengan Hasnaeni. Artinya kalau begitu sudah tidak ada lagi sanksi peringatan keras terakhir, (adanya) sanksi yang terberat, yaitu diberhentikan," sebut dia.
Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban melakukan kunjungan dinas ke dalam negeri.
Baca juga: Alasan DKPP Tak Berhentikan Ketua KPU Meski Berulang Kali Langgar Etik
"Cerita pertama kali ketemu itu di Agustus 2023, itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024," kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu, Maria Dianita Prosperiani, setelah pengaduan ke DKPP.
Pengacara menyebut, dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim "secara terus-menerus" untuk menjangkau korban.
"Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya," kata Aristo.
Namun, menurutnya, tidak ada intimidasi maupun ancaman dalam dugaan pemanfaatan relasi kuasa yang disebut dilakukan oleh Hasyim.
Pengacara juga enggan menjawab secara tegas apakah "perbuatan asusila" yang dimaksud juga mencakup pelecehan seksual atau tidak.
Baca juga: Sidang Sengketa Pilpres, DKPP Tegaskan Tak Bisa Batalkan Pencalonan Gibran
Akibat tindakan Hasyim, korban disebut memutuskan untuk mengundurkan diri "sebelum Pemilu 2024".
Korban disebut butuh waktu untuk mengumpulkan keberanian membuat aduan semacam ini. Pengacara membantah korban memiliki motif politik di balik aduan ini.
"Sebenernya sih sudah mau dilaporkan dari terakhir terakhir sudah mau dilaporkan tapi takut kontraproduktif. Kenapa? Karena kan mau ada pemilu pada waktu itu dan ini sudah lama, ini proses penyusunannya membuat ini kan tidak sederhana," ucap Aristo.
Ia juga mengeklaim telah menyediakan banyak barang bukti terkait tindakan Hasyim, termasuk bukti bahwa korban telah meminta agar dirinya tak diganggu, namun enggan membeberkannya ke media.