Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Prabowo: Berkah Politis di Jalan Kontroversi dan Tantangan Besarnya

Kompas.com - 23/04/2024, 10:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIRNYA pada 22 April 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengakhiri sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. MK menolak permohonan pasangan 01 (Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar) dan pasangan 03 (Ganjar Pranowo – Mahfud MD).

Berarti hasil Pilpres 2024 yang dimenangi pasangan 02 (Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka) sah. Meski ada tiga dari delapan hakim MK yang berbeda pendapat (dissenting opinion), yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.

Pasangan Prabowo – Gibran tinggal menunggu penetapan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pilpres 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menarik sekali membaca jejak Prabowo hingga akhirnya ditetapkan sebagai presiden terpilih Pilpres 2024. Saya teringat pernyataan yang ditulis di bukunya yang berjudul “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman” (PT Media Pandu Bangsa, 2022).

Di buku itu Prabowo mengatakan, “Saya percaya tidak ada perubahan besar yang terjadi tanpa didorong oleh perjuangan yang gigih, perjuangan yang besar. Seringkali perjuangan ini wujudnya adalah perjuangan militer.”

Jejaknya membenarkan perkataannya. Kegigihan Prabowo tak terbantahkan. Perjuangan besarnya menuai perubahan besar pula, dari calon presiden (Pilpres 2014 dan 2019) menjadi presiden terpilih (Pilpres 2024).

Tokoh satu ini sangat unik. Jejak Prabowo dalam sejarah Indonesia sangat nyata. Namun, yang membuatnya unik sebagian ditorehkan di jalan kontroversi. Dan, Prabowo menjalaninya dengan gigih, dengan perjuangan besar. Kini ia menuai berkahnya.

Alih-jalan dan alih-strategi

Prabowo menapaki karier militer di Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Darat (AD), dengan cemerlang. Karier militernya diawali sebagai Letnan Dua di Pasukan Khusus TNI AD setelah lulus dari Akademi Militer di Magelang (1974).

Dua puluh empat tahun kemudian, setelah malang-melintang di pasukan, tepatnya Maret 1998, Prabowo diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dengan pangkat Letnan Jenderal. Jabatan bergengsi dan sangat penting dalam sistem komando TNI.

Jabatan Panglima Kostrad pernah pula disandang oleh Soeharto, ayah mertua Prabowo, sebelum menjabat presiden selama tiga dasawarsa lebih pada zaman Orde Baru.

Namun, Prabowo mengakhiri karier militernya yang cemerlang itu dengan tragis. Prabowo diberhentikan dari kedinasan militer, dari jabatan Panglima Kostrad yang baru beberapa bulan disandangnya.

Dewan Kehormatan Perwira (DKP) memutuskan Prabowo bersalah. Ia dinilai telah melakukan tindakan ketidakpatuhan, memerintahkan perampasan kemerdekaan orang lain.

Prabowo diduga terlibat dalam penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis pro-demokrasi pada 1997 sampai 1998, menjelang Presiden Soeharto lengser.

Aktivis pro-demokrasi sangat kritis terhadap otoritarianisme Orde Baru dan mendesak Soeharto mundur dari jabatan presiden yang telah didudukinya tiga dasawarsa lebih.

Namun, sejarah ternyata tidak membuang Prabowo. Sejarah justru menyediakan panggung baru buat putra begawan ekonomi Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo itu. Saya melihatnya sebagai “alih-jalan perjuangan”.

Obsesi dan mimpi Prabowo terhadap apa yang disebutnya perubahan besar untuk Indonesia, yang juga ditulisnya pada buku berjudul “Paradoks Indonesia dan Solusinya” (PT Media Pandu Bangsa, 2022), terbukti tak padam.

Alih-jalan perjuangan dipilih Prabowo. Dari jalan militer ke jalan politik.

Prabowo tentu saja tahu risiko saat memasuki medan politik sehubungan dengan jejak masa lalunya yang tragis, kontroversial.

Di sinilah Prabowo meniti jalan kontroversi yang seolah tak putus-putus. Jejak masa lalunya di jalan militer, antara kecemerlangan dan ketragisannya, timbul-tenggelam di jalan politik.

Namun, Prabowo membuktikan kegigihannya. Betapa tidak! Dipilih oleh Megawati Soekarnoputri sebagai pasangan calon wakil presiden (cawapres) saat kontestasi Pilpres 2009.

Memilih Prabowo sebagai cawapres tentu bukan tanpa risiko politis. Jejak masa lalunya yang tragis, kontroversial, tentu saja akan dikapitalisasi di panggung politik oleh lawannya.

Prabowo pun tak gentar untuk mendampingi Megawati. Tapi, belum beruntung. Pasangan Megawati – Prabowo kalah.

Kekalahan pasangan tersebut tak membuat kegigihan Prabowo surut. Justru sebaliknya, ia tampak semakin tertantang.

Prabowo lalu maju sebagai calon presiden (capres) berpasangan dengan Hatta Rajasa pada Pilpres 2014. Pasangan Prabowo – Hatta Rajasa berhadapan dengan pasangan Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla. Kalah juga.

Boleh jadi spiritnya seperti peribahasa “sekali layar terkembang, surut kita berpantang”. Prabowo kembali menantang Jokowi pada Pilpres 2019. Kalah lagi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com